Minggu, 30 Desember 2012

Dia

Bismillahirrahmanirrahim,

bertahun-tahun ia menemaniku,
tidak pernah sedetikpun ia melepaskan kendalinya dari diriku,
aku bersyukur pada Allah telah mengirimkannya untukku

kau yang kuat,
kau yang bersahabat,
kau yang tidak pernah berkata "tidak"
kau yang tak pernah marah,

terimakasih....

namun belakangan, mengapa kau berlaku dingin padaku?
hanya mengacuhkan beberapa menit saja memang, namun rasanya, dunia seperti menghilang!
ada apa?
kau tak pernah menunjukkan lukamu,
namun kini kau pamerkan di hadapanku, seolah kau ingin memberitahukan aku, "begini sakitnya aku" dan itu benarlah menyayat hatiku.

maafkan aku, yang tidak bisa menjadi penjaga yang hebat,
namun segalanya sudah Allah atur,
waktu jumpa, begitu juga waktu kita berpisah

ah, kau terlalu hebat untuk ditinggalkan,
kau terlalu lekat untuk dilepaskan....

semoga, kau bisa menjadi saksi amal shalihku di hadapan Allah nanti,
hah..
jika tak ada amal shalihku yang bisa kaubersaksikan, maka kumohon,
bantulah aku untuk beramal shalih, bersamamu, di akhir waktu kebersamaan aku dan kamu.

terimakasih, telah menjadi penyeimbang hidupku,
tanpamu, apalah aku ini yang tidak bisa melakukan apa-apa bahkan memandang diriku sendiri

Alhamdulillah :)


Sabtu, 22 Desember 2012

Ia yang Selalu Berkirim Do'a dan Memaafkan

Bismillahirrahmanirrahim...


Saat maaf ku minta dari dirinya, dengan lirih ia berucap;
"tanpa diminta, setiap ibu sudah memaafkan salah anaknya, karena ridha Allah itu, ridha orang tua"
aku dapati seorang ibu yang begitu ingin anaknya mendapatkan ridha dari Allah, maka iapun mengesampingkan sakit yang boleh jadi sering dideritanya karena anak-anaknya sendiri.

Saat do'a ku minta dari dirinya, dengan senyum mengembang  ia menjawab;
"tanpa diminta, kami pasti selalu mendo'akan anak-anak kami agar menjadi anak yang sholih dan sholihah"
aku dapati seorang ibu yang begitu ingin menjadikan anak-anaknya, sebagai anak yang sholih dan sholihah, maka ia meminta kepada Dzat yang maha membolak-balikkan hati, untuk menetapkan hati anak-anaknya, pada kuatnya iman dan indahnya islam, pada keta'atan yang tinggi kepada Allah dan rasul-Nya, pada kecintaan yang meluap atas kitab sucinya, Al-Qur'an.

Rabbighfirlanaa, wa li waalidaynaa warhamhumaa kamaa rabbayanaa shaghiran..
(yaa Allah, ampunilah kami, dan kedua orang tua, serta sayangilah mereka, sebagaimana.. mereka menyayangi kami di waktu kecil)
Minggu, 16 Desember 2012

Masalah yang Itu-Itu Saja!

Bismillahirrahmanirrahim

Malam Dokki, Mesir. Cukup membuat saya merubah posisi kasur, jauh-jauh dari jendela, melapisinya dengan selimut yang lebih tebal. Dingin! 14 derajat celcius bagiku sudah cukup dingin. tebal baju yang dikenakan, kaos kaki, syal. Ah! Bagaimana dengan impian pergi ke Turki? Jepang? Jerman? belasan di bawah nol! (But rather than that please pray for me and all muslims around the world for performing hajj and visiting Al-Quds Yaa Rabb!) Bukan soal dingin ini sebenarnya. Pada blog yang sederhana, yang baru saja saya ganti temanya, saya hanya ingin berkisah, tentang pikiran yang belakangan tak ada bosannya melintas dalam benak.

"Allah, kenapa ini lagi?" tanyaku lirih pada Allah. Ya, saya mempertanyakan ujian yang datang kepada saya, sebabnya? Ujiannya sama! Selalu sama! Rasanya bosan dan muak. "Allah, kenapa ini lagiiii?" debat saya tidak terima. Alhamdulillah, itu hanya pertanyaan dalam benak, yang takku lontarkan takut-takut malaikat Atid mencatatnya.

Kira-kira begitu gambaran bimbang hati saya. Acap kali mempertanyakan maksud cobaan yang datang dengan bentuk yang sama. Seolah tidak terima saya hanya bisa termenung. Tentu manalah berani saya membangkang terhadap Allah, tidak akan pernah berani! Pada setiap kesukaran yang datang, atau 'hadiah' yang Allah beri namun tak sesuai kehendak hati diri, ayatnya akan saya lantunkan berulang kali, "boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal itu buruk bagimu." "Padahal ini baik bagimu, padahal ini baik bagimu, Wallahu ya'lamu, sesungguhnya Allah tahu, wa antum laa ta'lamun, dan kamu tidak mengetahui!" hibur saya bimbang pada diri. Ya, manusia atau sebut sajalah, diri saya, sekalipun kampung akhirat itu adalah haq, sesuatu yang benar namun belum juga mampu mengalihkan kecintaan diri saya pada dunia ini. Ah? A'udzubillah!

Kembali pada ujian yang sama, yang Allah berikan pada saya. Alhamdulillah. Setelah saya dan kakak saya membahas kaidah dakwah yang ke 8, hati saya benar-benar tersentil keras-keras, disebutkan di sana salah satu fungsi cobaan, "untuk mengungkapkan, unsur-unsur yang kuat dan yang sholih." Pahami kawan, cobaan Allah beri untuk menghasilkan manusia yang benar-benar kuat! Benar-benar sholih! Ya Rabbi. Apalah saya baru cobaan begini saja sudah mengeluh? apalagi cobaan selalu itu dan itu.

Ujian yang sama, setelah merenung cukup lama sambil melantunkan ayat Alqur'an di serambi Azhar, agaknya saya paham mengapa Allah memberikan ujian ini lagi, rupanya saya memang belum lulus pada ujian sebelumnya, tentu guru yang baik itu saat memberikan kesempatan muridnya untuk meraih nilai yang lebih baik, (saya merupakan korban remedial pada hampir setiap pelajaran eksak, dan di sini, saya meminta maaf kepada bapak dan ibu guru, banyak merepotkan dan tidak bisa menyenangkan hati bapak ibu sekalian, tapi saya sudah bertaubat Bu, Pak insya Allah) bedanya, nilai karena remedial itu tentu tidak bisa lebih dari KKM (standar rata-rata kelasnya) sedang penilaian Allah? Ah bayangkan keindahan itu, maka ganjaran-Nya tentulah lebih indah!
Boleh jadi Allah meminta saya untuk melakukan upaya yang lebih tegas, lebih benar, lebih baik, lebih tepat tentunya. Dikasih kesempatan oleh Allah untuk memperbaiki kesalahan saat memutuskan jalan keluar pada ujian sebelumnya, bukankah hal yang bagus? Ya, bagi orang-orang yang mengerti, indahnya mencari jalan keluar atas suatu ujian, berdasarkan pilihan Allah, berdasarkan kecintaan Allah, berdasarkan keridhaan Allah.

Jika ada di antara teman-teman semua merasakan hal yang sama maka ayo sama-sama merenungi maksud Allah di balik semua ini, jangan mengerdilkan masalah tersebut "ya ampun ini lagi!" atau jangan juga menafikkan keberadaannya, "Kenapa sih ini lagi? Tau ah!" dan memang tidak akan pernah bisa, suka tidak suka ia ada kabur tidak kabur, ia ada. Mari sama-sama tenangkan diri, berpikir dengan hati apa yang Allah mau, apa yang Allah kehendaki. Sulitnya masalah ini ditambah kehadirannya yang lagi dan lagi tanpa bosan, seringkali mendesak pelupuk mata kita berkaca-kaca, biarlah.... Kapan lagi kita menangis sembunyi-sembunyi hanya berdua saja dengan Allah, kalau bukan karena ujian yang Ia beri.

Manusia, atau sebut saja lagi, saya masih condong terhadap dunia, hatinya belum terpaut pada kehidupan akhirat, tangan-tangannya belum kuat membangun tempat di sisi-Nya. Namun jika tidak dimulai dan dicoba dari sekarang, kapan lagi? Ingat Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya, t i d a k akan pernah! Kecuali jika diri sendiri yang memilihnya, namun tentu konteksnya berbeda, Allah tidak meninggalkan, tapi ditinggalkan. (*tarik nafas* bisa-bisanya manusia meninggalkan Allah, pengendali segala kendali)

Faghfirlanaa, warhamna yaa Rabb!

mari selesaikan masalah kita dengan lebih cerdas!

Allahu a'la wa a'lam bishshawab....
Sabtu, 15 Desember 2012

Kaidah ke-6, Seorang Da'I Cerminan Bagi Dakwahnya Dan Contoh yang Merepresentasikan Dirinya Sendiri


Bismillahirrahmanirrahim
Kaidah ke-6
"' Ad-Da'iyah Mir`atu Da'wah Wa An-Namudzaj Al-Mu'abbir 'Anha"
Seorang Da'I Cerminan Bagi Dakwahnya Dan Contoh yang Merepresentasikan Dirinya Sendiri
oleh: Isma Muhsonah Sunman

Seorang da'I tidak akan terpisah dari apa yang didakwahkannya, perilaku seorang dai dengan apa yang disampaikannya akan sangat diperhatikan oleh oran-orang. Dan seorang dai itu sendiri adalah cerminan atas dakwah, cerminan inilah yang  menjadi dasar alasan bagi para mad'u (objek dakwah) untuk menerima dakwah atau menolaknya. Manusia yang berinteraksi langsung dengan prinsip dasar Islam, sangatlah sedikit di setiap zaman dan tempat, tapi kebanyakan manusia itu berinteraksi, berhubungan dengan  'para pembawa dan penyampai prinsip dasar' tersebut.

Ketika ajaran yang disampaikan berat maka komitmen yang dilakukan atasnya haruslah juga lebih kuat, dan untuk mencapai tujuannyapun lebih sulit. Dalam Islam itu sendiri terdapat tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang menuntut kesungguhan dalam prosesnya, hingga sampai pada derajat yang kontinyu tidak hanya sewaktu-waktu, bersambungan tidak terputus.

Saat seorang dai jauh dari komitmen dalam kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Islam, maka hal itu akan menjadi fitnah di masyarakat, yang memalingkan mereka dari Islam, karena perilaku dainya, yang memutus jalan bagi masyarakat, ia seperti seorang begal di jalanan, bahkan lebih buruk dari itu. maka diharuskan bagi para dai untuk berdakwah selalu dengan firman Allah pada surat Yunus ayat 85,
فقالُواْ عَلَى اللّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا لاَ تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ ﴿٨٥
85. Lalu mereka berkata: “Kepada Allah-lah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami;janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim.

Dan begitulah, sesungguhnya orang-orang kafir saat mereka berhasil berkuasa atas muslimin, maka kekuasannya mampu menjadi fitnah bagi Islam. Orang-orang beranggapan bahwa orang kafirlah di atas kebenaran itu, karena mereka berhasil menang atas orang muslim, sedang muslimin dalam kebatilan. Dan penguasaan orang kafir serta pelemahannya terhadap orang muslim akan menjadi fitnah yang mampu memalingkan orang-orang kafir dari keimanan.

Bisa ditambahkan juga dalam pengertian ini, ketika orang-orang melihat perilaku seorang dai yang bertolak belakang dengan ajaran Islam, maka perilaku ini menjauhkan mereka dari keimanan, orang-orang akan berkata, "jika agama ini adalah benar, maka seharusnya akan tampak kebenaran itu pada perilaku dan kondisi pengikutnya" dan mereka pun akan berpaling dari Islam.

Contoh yang benar:
Para sahabat Rasul SAW menjadikan diri mereka sebagai contoh yang benar dari risalah yang mereka bawa. Hasan Al-Bashri mengatakan tentang sifat-sifat mereka ra, "Tampak dalam diri mereka tanda-tanda kebaikan, atas keluhuran budi, sifatnya, petunjuknya, kejujurannya, pakaian mereka yang rapi dan tidak berlebihan, langkah mereka yang indah dengan ketawadhu'an, akal mereka yang tidak hanya berlogika namun juga bekerja nyata, makanan dan minuman yang baik dari rezeki yang halal, kepatuhan mereka atas keta'atannya pada Allah Ta'ala, mereka menunjukkan pada kebenaran apa-apa yang mereka sukai dan apa-apa yang mereka benci, memberikan kebenaran dari diri mereka, menjaga diri dari kebencian masyarakat demi ridha Allah, membasahi lisannya dengan dzikir, mengorbankan raganya jika Islam meminta pertolongan, mengorbankan hartanya jika Islam mebutuhkan, memperindah akhlaqnya dan hanat maunatihim". (Hilyah Al-Auliya` 2/150)

Sesungguhnya para sahabat telah memberikan citra baik atas agama ini yang memuliakan manusia, dan berpegang teguh atas cobaan dan tempaan dan meninggalkan segala fasilitas yang mampu menjadi celah fitnah orang-orang kafir atas mereka.

Kisah Abdullah bin Hudzaifah As-Sahmi saat menjadi tawanan bangsa Roma, berkata raja Roma kepadanya, "masuklah ke dalam agama keristen! Aku akan memberikan kerajaanku padamu" namun ia menolak. Kemudian diperintahkan atasnya untuk disalib, kemudian diperintahkan juga atasnya untuk dibunuh dengan panah, namun ia tetap teguh pada pendiriannya. Lalu raja Roma memerintahkan pengawalnya untuk membawa bejana besar, diisikan air kemudian dididihkan airnya hingga bergolak, sang raja memerintahkan untuk memasukkan tawanan lain ke dalamnya, mati dengan tulang-tulangnya tampak dan melepuh, setelah itu raja memerintahkan untuk memasukkan Abdullah bin Hudzaifah jika ia masih juga tidak mau masuk keristen, namun ia menangis. Raja bertanya, "mengapa kamu menangis?" ia menjawab, "aku berharap memiliki 100 nyawa, yang akan menjalani segala hukuman ini, demi Allah…." sang raja pun menjadi takjub! (Al-Ishabah 2/288)

Ketika penduduk sebuah negeri yang berhasil dikuasai oleh muslimin melihat kejujuran orang-orang muslim, kekuatan aqidahnya, keteguhan prinsipnya pada agama mereka, maka penduduk negeri tersebutpun beriman. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, ketika orang-orang nasrani melihat para sahabat dan apa-apa yang ada pada diri mereka, maka berimanlah kebanyakan dari mereka tanpa paksaan, benar-benar atas pilihan mereka sendiri, mereka berkata "Hawariyyin tidaklah lebih baik dari mereka(para sahabat)" dan Ibnu Qayyim berkata, "Kami telah berdakwah kepada kalangan kami dan yang lainnya, kebanyakan dari ahli kitab yang beriman mereka menyampaikan bahwa yang menghalangi mereka dari memeluk agama Islam adalah karena mereka tidak melihat orang-orang yang mencerminkan Islam". Ucapan Ibnu Qayyim ini pada abad ke 8 Hijriyah, maka bagaimana kalau ia hidup di abad kita ini? Yang mana orang muslim justru memberikan contoh dan cerminan yang bertolak belakang dengan agamanya sendiri. Astaghfirullah.

Dai ada yang dikenal oleh masyarakat ada juga yang tidak diketahui. Jika ia dikenal, maka ia akan dikenal dengan keistiqomahannya, wara'nya, pasti dakwahnya bisa sampai pada hati-hati para mad'u.  sesungguhnya keistiqomahan dan ke wara'an seorang dai mampu menjadi pengantar diterimanya dakwah.
Jika seorang dai miskin dari komitmen dan kepatuhan maka ucapannya hanya lewat selintas saja dalam kepala-kepala mad'u, seperti panah yang melesat namun tanpa tujuan.

Lebih baik dari ucapan, adalah pelakunya:

Berkata sebagian orang shalih, "ilmu itu akan menjadi matang dan berbekas dengan amal, sesungguhnya amal akan menjadi penjaga atas ilmu, maka tanpanya ilmupun akan hilang."
Berkata juga sebagian ahli balaghah, "di antara kesempurnaan  ilmu adalah, beramal dengannya, dan di antara kesempurnaan amal adalah ikhlas."

Dan jika seorang dai tidak dikenal di antara masyarakat maka ucapannya itu akan menggantung, tidak diterima tidak juga ditolak, sampai mereka bertanya tentang dai tersebut. Jika mereka tahu bahwa sang dai adalah seorang yang istiqomah, maka ucapannya pun akan diterima dan berpengaruh terhadap masyarakat. Sebaliknya, maka ucapannya akan keluar dari pertimbangan masyarakat.

Kehidupan seorang dai baik yang umum ataupun yang khusus akan menjadi sorotan masyarakat. Mata orang-orang akan berjaga atas mereka seperti sebuah lup. Sebelum menyuruh orang lain untuk meninggalkan ghibah maka wajib bagi para dai untuk menjaga kehidupannya dari fitnah dan tuduhan, mereka juga harus bisa menjaga kehidupannya baik yang umum ataupun yang khusus dari apa-apa yang bisa merusak mereka (fitnah).
*****
Nb: ini hanya terjemahan secara bebas, ada yang saya tambahkan ada yang saya lewatkan. Mohon maaf untuk segala khilaf dan kesalahan.

Kamis, 13 Desember 2012

Dan Pemilik Diri


Bismillahirrahmanirrahim

Manusia rapuh, yang tak berdaya dengan penciptaan-Nya yang memang lemah. Dari makhluk yang tersempurna rupa, hingga yang dihempaskan jauh-jauh. Ah, yang terakhir itu bukan untuk kita, jika memang kita orang yang beriman, yang beramal shalih diangkat-Nya derajat kita. Manusia yang beriman, bagaimana pula menjadi manusia rapuh? Pertanyakan pada 'manusia'nya, bukan pada 'iman'nya, tentu.

Manusia, itu aku. Rapuh, lebih lantangku katakan, aku! Ribuan kali kau bisikkan, kau bentakkan padaku dunia ini adalah fana, segala kebahagian di atas bumi ini hanyalah ujian, tidak ada yang abadi di sini, ini hanya tempat untuk banyak berbekal, hati-hati, beramal shalihlah banyak-banyak, atau apapun itu laranganmu terhadapku, bahkan saat Rabbku yang menyanggahiku, tetap saja aku begini. Mengapa? Kalau kau tahu, aku pun ingin mereguk air madu di surga-Nya!

Aku hendak membela diri, di sini! Terserah bagaimana lagi ayat Al-Qur'an berusaha meberangus berontakku aku tak peduli. Aku benci. Kau dengar? Ya aku benci dengan diriku sendiri. walau panas telinga-telinga manusia di atas bumi ini mendengar mimpiku, aku tetap akan mengatakan, bahwa aku ingin menjadi hafidzh qur'an! Jangan kau tanya mana usahaku, jangan kau minta hasilnya, jangan kau tagih bukti yang kini kudapat. Mengapa? Kalau kau tahu, tertatih sudah aku terseok-seok, berdarah-darah menggapai, meraih mendekap quranku.

Aku hendak mengumbar rasa. Sekalipun ibuku, tak aku pedulikan ia melarangku bagaimana juga caranya. Aku mencintai apa yang membuatku bergembira, membuat desir dalam hatiku terasa begitu bersemangat menghempas rasa menembus senyum terindah di dunia. Aku suka apa yang membuatku tenang, nyaman makan, tidur dan beraktivitas. Aku suka, apa-apa yang di luar lelah, beban, berat, sakit dan hal-hal itulah! Alergi.

Dan, ingin kujelaskan di sini. Aku rapuh saat aku sudah di hadapkan dengan hawa nafsuku. Ia begitu terasa lebih super dan berdaya daripada aku, pemiliknya! Ia berhasil membuatku menangis ketakutan saat aku jauh telak terkalahkan, seakan bukan surga tempatku kembali, jauh daripada apa yang kudamba. Percayalah, kukatakan "tidak! Jangan! Sudahi! Sudah! Jauhi!" namun kalimat-kalimat itu seolah menjadi supporter si nafsu untuk terus menerobos benteng imanku. Aku kalah tak terhitung keberapa kalinya, ya aku kalah! Kau tahu bagaimana rasanya? Seolah Allah memandangiku dari Arsy-Nya sambil berkata, "Kutunggu janjimu Isma, untuk setia pada agama ini…. Kutunggu selalu, walau tak terhitung berapa kali Aku mencoba memaklumimu, menerima taubatmu. Selalu. Selalu Kumaafkan, selalu kuampuni. Kau minta waktu, Kuberi, Kuberi kau waktu lebih untuk memperbaiki diri, namun lagi-lagi kau begitu. Dengar Isma, Aku tetap memaafkanmu, menemanimu dalam tangis penyesalanmu, Aku di sini, menjadi satu-satunya penguatmu di kala yang lain tak tahu kondisimu, Aku di sini Isma, bahkan tanpa kau minta". Pada bayangan ini, rasanya aku ingin berlari menumpahkan saja air mata ini pada pangkuan-Nya yang maha pemurah, duhai Allah, maaf.

Kutambahi penjelasanku di sini. Bertahun-tahun aku dalam keiman dan islaman ini, berjalan ke sana kemari menyiarkan apa yang tertulis dalam alqur'an, namun jika sudah berbicara soal nafsu, ah aku kalah dan memilih untuk memulangkan setengah hati, dan membiarkan setengah hatiku yang lain. Antara ingin bertahan dalam penyampaian, atau berhenti menyadari ke-kabura maqtan-an diri. Astaghfirullah. Berulangkali kubisikkan, "Harus berubah!" tak ada juga hasilnya! Ingin sekali aku bunuh ia, ia yang telah berulang kali menyita diriku dalam pertempuran ini, diri dan nafsu. Mungkin kau akan tertawa membaca tulisan ini, karena akan tampak, begitu nyata kebodohanku. Padahal Rasulullah para sahabat saja diciptakan juga sempurna dengan nafsu mereka masing-masing! Kemudian aku salahkan nafsuku atas kegagalanku? Ya Rabbi. Sudah sejak lama kupinta mahkota dan jubah terindah milik-Nya untukku dan kedua orang tuaku, Ia pun sudah banyak memberikanku kesempatan, waktu yang banyak, keahlian, guru, untuk aku menghafalkan Alqur'an, maka pintalah padaku bukti nyata untuk impian itu, niscaya kau tidak akan mendapati. Aku beristighfar, malu bukan main. Tidak hanya pada Allah saja, namun juga Ayah dan Bunda, yang kuyakini, tak ada yang mampu membuat mereka tersenyum super bahagia kecuali jubah terindah yang kelak dipakaikan kepada mereka berdua atas usahaku menjaga kalam-Nya. Allah, tahan Allah…. tahan! Tatihku, rintangan yang tempo hari kulalui itu, baru usaha mematikan nafsuku yang menghalang-halangi tapak langkahku. Aku tak sabar, aku terlalu lekas berkata, lelah dan butuh istirahat. Al-Qur'an Isma, sadar! Bukan barang sembarang, tentu penjaganya juga tidak sembarang! Aku masih memiliki mimpi itu, masih memiliki waktu dan tenaga untuk merealisasikannya. Maukah, menungguku? Hh, tak perluku minta, Allah pasti mau menungguku! Bahkan mempermudah usahaku menggapainya, mendekatkan aku dengannya! Duhai Allah yang maha pengasih dan penyayang, sayangi kami selalu.

Terakhir, maaf…. Kalau masih boleh kujelaskan di sini. Ya aku ingin itu semua, kegembiraan, kenyamanan, kesenenangan, ketenangan, tanpa sakit, tanpa air mata, tanpa beban berat, keras, tanpa perih yang berkepanjangan. Ingin, ingin. Dan semoga hanya ingin yang tidak bermakna apa-apa saja. Karena surga Allah, kutahu bagaimana cara membelinya. Benar-benar jauh dari inginku itu. Allah minta dengan iman kita, dengan amal shalih, jihad, dengan zuhud, apalagi dengan sabar dan taqwa yang kesemuanya terdapat sakit, perih, air mata, beban, usaha keras di dalamnya. Aku pun percaya, dalam setiap tangis, ada Allah yang menghapusnya, pada setiap lelah, ada Allah yang mengusap keringatnya, pada setiap amarah yang tak mampu diredam, ada Allah yang dengan sabar tersenyum dengan diri, pada setiap keperihan dan keputusasaan, ada Allah yang menguatkan, dalam setiap beban berat, ada Allah yang memudahkan, dalam setiap usaha keras Allah yang pasti dan akan selalu membayarnya, dalam setiap kesendirian, tidak tidak akan pernah sendiri karena Allah selalu di sisi.

Allahu a'la wa a'lam bishshawab.

Kamis, 06 Desember 2012

Aku, Mursi Mesirku


Bismillahirrahmanirrahim

Allah, terimakasih atas sambutan Kairo tahun lalu untuk kehadiranku. Kebaikan Kairo yang membuatku terlarut dalam dinamika kehidupannya. Pesona sejarahnya mematikan kerinduanku pada kampung halamanku. Kairoku…. Engkau yang senantiasa mengisi hari-hariku, terimakasih untuk setiap musim yang kau persembahkan, yang belum pernah kurasakan selain darimu, Kairoku.

Allah, saat Kau cuat apa yang tertulis dalam lauhin mahfudzh itu tentang Negeri ini, aku bersujud syukur seraya bertakbir membesarkan-Mu. Engkau lebih tahu, bagaimana debaran hati saat mendengar Presiden Mursi memenangkan Pemilu Negeri ini. Engkau yang lebih tahu Allah, bagaimana harapku untuk menimba ilmu lebih lama lagi di Bumi Kinanah ini.

Allah, ternyata tertulis dalam kitab besar-Mu kehadiranku serta Ibu dan Kakakku di Masjid Al-Azhar, saat Presiden Mursi pertama kali shalat jum'at setelah kemenangannya dalam Pemilu. Namun tertulis juga di sana, belum jodohku untuk menatap wajah sang Presiden walau dari kejauhan saja.

Allah, tanpa kucatat di sini, Engkau tahu bagaimana takdir-Mu dalam memenangkan Presiden Mursi, benar-benar membuatku lebih bersemangat untuk kokoh berdiri dalam jalan dakwah ini. Saat dengan lantang Sayyid Quthb rahimahullah berkata, "tanpa dipaksa dan diburu-buru janji Allah pun akan datang dan lewat di jalan ini…" Sudah sejak dahulu aku meyakini Engkaulah satu-satunya Dzat yang tidak pernah berbuat curang dan tidak pernah ingkar saat berjanji. Dan berulang kali Engkau benar-benar membuktikannya, dengan memberikan tanda-tanda kejayaan Islam, hadirnya seorang Presiden penghafal Al-Qur'an.

Allah, aku hidup di zaman yang mudah, Engkau telah benar-benar meringankan bebanku, tak Kau sibukkan aku mengurus urusan besar lagi berat, namun aku cukup kelelahan menjaga, melawan, mengurus diriku sendiri. bapak Presiden sudah hafal Qur'an? Yaa Rabb, betapa barakah hidupnya, hidup keluarganya, hidup orang-orang yang 'dihidupi'nya…. Dan aku beruntung, ada di sini saat 'penghidup'nya adalah dia. Orang yang insya Allah bermakna hidupnya, penuh barakah dan rahmat, karena Al-Qur'an.

Allah, dingin Mesir pada dhuhanya cukup membuatku beringsutan, 16 derajat celcius. Namun panas Negeri ini telah sangat membuatku bersedih. Engkau lebih tahu apa yang terjadi di sini. Namun wallahi, benar-benar hatiku dirundung kesedihan atas apa yang menimpa Presidenku, Bapak Mursi. Tentu ini akal bulus para zionis Amerika dan Yahudi terlaknat, sudah menjadi rahasia umum, super power memang, adidaya, berkuasa! Tak perlu kutanya mengapa, dan bagaimana, tak perlu aku protes walau hanya bisa  mengumpat pelan-pelan, walau hanya bisa memojokkan dalam diam, Namun biarkan aku menyenandungkan derai dalam do'a. karena do'a adalah senjata kita, orang-orang beriman.

Allah, kalam-Mu dalam kitab suci-Mu begitu indah terlantun dalam telinga-telinga mereka, masyarakat Mesir yang berdiri tegak membela Presidennya, atas nama Islam, demi Engkau yaa Allah. "Wa laa tahinuu wa laa tahzanuu wa antum a'launa in kuntum mu`minin…"

Mesirku, jangan bersedih, jangan merasa lemah, jangan merasa kalah! Selama imanmu kepada Allah dan islammu demi Allah adalah password tertinggi pengharapanmu, maka Mesirku…. Jangan Engkau bersedih, kedudukanmu lebih tinggi daripada mereka pencaci para pembela Islam, derajatmu lebih tinggi daripada mereka yang menyuplai dana bagi para pejago tinju yang rendah karena kerjanya, maqammu Mesirku, lebih indah dan terpandang di sisi-Nya, Rabbil 'aalamin….

Berjaga-jagalah di siang hari, dan bersujudlah pada malam hari-Nya. Tanpa kupinta, yakinku seribu yakin setiap malam kau berdiri, mengadu, menangis, meminta kekuatan kepada Allah yang Maha Perkasa. Ya, semakin tersibaklah siapa aku ini, yang aman di saat yang lain melawan keterjajahan, memburu pengamanan, aman dalam lindungan Allah.

Pembaca, Membaca, Buku


Bismillahirrahmanirrahim

Bagiku, orang yang beruntung itu adalah orang yang rajin membaca. Wawasannya terbuka lebar-lebar, dan menyegarkan diri. Bak jendela yang memberikan lahan untuk mentari masuk, kiranya begitulah mereka para pembaca buku. Pernah kurasakan begitu nikmatnya membuka jendela, seketika mentari menyibak kantukku dengan pesona keindahannya. Ah, pagi yang indah. kurasa semua orang akan bergumam seperti itu, walau paginya disita dengan sibuk membungkus diri agar tidak kedinginan. Ya, benar-benar telah berada di pintu musim dingin.

Pernyataan ini bahwa orang yang beruntung adalah orang yang rajin membaca, tidak serta merta keluar dari mulut saya. Toh saat pepatah mengatakan buku jendela dunia saja, saya hingga SMA masih malas meyakini betul-betul. Saya baru meyakini saat menapaki bulan demi bulan keberadaan saya di bumi kinanah ini. Tinggal bersama orang yang cinta membaca membuat saya hampir mati mengutuk diri. "kenapa tidak dari dulu banyak membaca! Kenapa tidak dari dulu rajin ke perpustakaan! Kenapa tidak dari dulu serius belajaaaaaaaaaaaaaar…!!!!" bahkan lebih parah kutukan itu, saya sering kali bersedih melihat diri. Hmm, ya saya memang malas belajar dengan sungguh-sungguh. Adapun peringkat yang didapat, percayalah jangankan 1 tahun, terkadang 1 atau beberapa bulan setelah ulangannya saja terkadang kulupakan semua materi yang tidak kusuka itu setelah ujian. Benar-benar hanya sebatas formalitas. Namun saya yakini juga, cintailah, maka akan terus melekat. Ya, seperti table periodic yang masih cukup melekat di kepala saya, atau saat diminta tolong untuk menjelaskan materi matematika tertentu (ditanya anak SMA kelas 1) saya cukup bisa membuat ia berucap terimakasih dengan gembira. Berbeda saat ditanya logika matematika, saya lebih memilih untuk bermain congklak!

Ya, kakak-kakakku di sini mereka semua pecinta buku. Pecinta book fair sejati, pecinta dunia sastra! Percayalah, sampai hobi terburuknyapun dalam membaca, tertular sudah padaku! Membawa buku ke toilet? Ckckck…. Ya begitulah kakakku, tepatnya kakak iparku. Kemudian kakakku –istrinya- pasti akan memarahinya sambil mengeluarkan bukunya dari hammam, sedang aku? "Ismaaa kamu ngapain ngikut-ngikutin Kak Aceng bawa buku ke kamar mandiiii??" entahlah, rasanya perlu saja. Maaf saudara-saudara kalau dirasa tidak patut, Ayah sayapun sudah pernah menasihati soal ini.

Jangankan book fair, kalau ke toko buku saja, buku yang di beli bertumpuk, penuh tasnya dengan buku-buku. Tapi benar-benar ia baca. Terkadang orang lain semangat membeli buku, kemudian membuka plastiknya dan baca bagian awalnya saja, setelah itu mungkin ditinggalkan. Atau disimpan rapi dalam rak buku. Berbeda dengan kakakku, ia buku dengan buru-buru ia baca setelah itu? disimpan sembarangan, di manapun Ia mau. Sekalipun sudah disediakan rak cukup besar untuk menampung bukunya, tetap saja, disimpannya buku itu di mejalah, di lantailah, kasurlah.

Tak ingin hilang kesempatan saat hidup bersama para pecinta buku, saya sering memanfaatkan kakak saya untuk membantu saya dalam menerjemahkan berita, atau tulisan, atau meminta tolong dibahasnya kitab-kitab yang tebal itu, boleh jadi bermanfaat sangat di Indonesia, atau sekedar mendengarkan bacaan saya saat membaca buku bahasa arab gundul.

Kakakku sering bilang, "Yang saya suka dari mesir itu, ini(sambil menunjuk kepada tumpukan buku-buku) dan sejarahnya!" ya, buku-buku di arab ini banyak sekali yang murah-murah dan sangat bermanfaat. Apalagi yang mahalnya? Saya juga sering disindir mereka saat malas membaca buku atau tidak tahu tentang sesuatu yang ma'ruf, yaa memalukan memang, namun tidak saya pungkiri saya malas membaca. Terkadang tekad kita terbentur fasilitas, kemampuan atau apalah yang sebenarnya tanpa kita pedulikan hal-hal tersebut itu bukan penghalang untuk kita, yaa kita saja yang mungkin terlalu berlebihan dan dirasa-rasa. Sayapun begitu, berulang kali saya berniat untuk banyak membaca buku, tapi buku yang saya temui, arab semua gundul pula akhirnya sayapun terlalu cepat stuck saat membaca dan berlalu meninggalkan. Padahal, di Mesir pun ada perpustakaan Indonesia-Kairo milik Masisir, yaa berarti saya yang error! Ya lagi-lagi, memang tidak saya pungkiri. Ckckck…..

 Itulah bagi saya, mereka orang-orang yang beruntung. Di penghujung tulisan ini, saya tambahkan satu poin yang amat sangat penting,
Si pembaca, atau apa yang mereka baca, atau apa maksud mereka membaca, atau bagaimana kesudahan mereka membaca, atau ganjaran apa yang akan mereka terima setelah membaca, Wallahi tidak akan bermakna apa-apa tanpa "Bismi Rabbik, al-ladzi khalaq!"

Wallahul musta'an,
Allahu a'lam bishshawab.
Minggu, 02 Desember 2012

Ingin Juga Aku Bergembira!


Bismillahirrahmanirrahim

Diri, mengapa kau harus cemburu melihat kegembiraan orang lain? Kau merasa tak mampu mencapai tingkat itu kemudian kondisi kau rasa cukup mengerdilkan diri? Berpikirlah lebih baik lagi,

Diri…. Mereka merasakan kegembiraan itu, boleh jadi berkat usaha keras mereka juga, sedang Dirimu? Pandanglah, apa yang sudah kau lakukan? Apa yang sudah kau persembahkan? Maka cemburumu itu salah. Kecuali jika kau bergerak melangkah ke depan, optimis, kau bisa lebih bergembira dari mereka.

Diri…. Mereka merasakan kegembiraan itu, boleh jadi hanya sebatas rasa gembira dan senyum mengembang di dunia ini. Hasil kerja keras yang tertumpah untuk dunia tanpa risau memikirkan kelak nasib mereka di akhirat. Cemburukah engkau, wahai Diri jika demikian adanya? Maka cemburumu itu salah. Kamu lebih tinggi derajatnya daripada mereka. Sebabnya? Bukankah yang kau usahakan adalah kebaikan untuk akhiratmu, dan kau biarkan duniamu mengikuti walau tertatih-tatih? Bukankah yang kau usahakan adalah senyum ceria orang tua walau kau menguras keringat dan raut wajahmu tetampak lebih tua dari umurmu? Bersabarlah, jika memang itu adanya yakin, bahwa itu memang jalan-Nya, surga terlalu mahal untuk dimasuki oleh kaki-kaki halus tanpa tempaan kerja keras, terlalu mahal untuk dimasuki oleh tubuh-tubuh yang jarang berkeringat membanting tulang, terlalu mahal untuk dimasuki oleh tangan-tangan yang jarang berusaha, terlalu mahal untuk dimasuki oleh hati-hati yang tak pernah merasakan bagaimana seturu diri melawan nafsu, amarah dan ego, tersenyumlah dalam lelahmu, jika memang itu yang telah kau usahakan, kerja untuk akhirat, kerja untuk orang tua, kerja untuk menggapai ridha-Nya. Ya, jika memang itu. jika memang itu. maka, apakah memang itu? tajdid niat, Diri!
Sabtu, 01 Desember 2012

Kaidah ke-3, Ganjaran Itu Diterima Karena Dakwah dan Tidak Terhenti Walau Da'wah Telah Diterima


Bismillahirrahmanirrahim

Kaidah ke-tiga
"Al-Ajr yaqa'u bi Mujarrad Ad-Da'wah wa La Yatawaqqafu 'ala Istijabah"
Ganjaran itu Diterima Karena Dakwah dan Tidak Terhenti Ketika Da'wah Telah Diterima
oleh: Isma Muhsonah Sunman

Kaidah ini menjawab kesalahan umum menurut kebanyakan orang, bahwa ganjaran yang Allah berikan itu paralel dengan hasil duniawi yang tampak mata. Mereka juga menyangka bahwa ganjaran itu berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan duniawi yang hasilnya dapat dilihat dan dirasakan. Jika memang begitu adanya perkara dalam dakwah ini, tentu kebanyakan nabi-nabi-Nya dikatakan gagal dalam berdakwah. Padahal jauh sekali para nabi Allah untuk disifati demikian, meskipun sedikit sekali orang-orang yang mengimani dakwah mereka shalaatullahi'alayhim. Ingatkah dengan Nabi Nuh As mendakwahi kaumnya, membersamai mereka selama 1000 tahun kurang 50 tahun, hingga Allah mengabadikannya dalam Al-Qur'an,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Ankabut:14)
Meskipun Nabi Nuh As mendampingi kaumnya dengan sangat lama namun tetap saja tidak ada yang mau menyambut dakwahnya kecuali hanya sedikit, Allah mengatakan,
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ آمَنَ ۚ وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman". Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. (Q.S. Hud:40)

Demikian juga kebanyakan perkara para nabi, sesungguhnya mereka akan dibangkitkan para hari kiamat, bersama sebagian mereka ada satu, dua atau tiga pengikut dan bersama sebagian mereka yang lain tidak membersamainya pengikut kecuali hanya satu saja. At-Tirmidzi berkata, dari Ibnu Abbas Ra, "Ketika Nabi shallallahu'alayhi wa sallam di-isra`-kan Nabi melewati beberapa nabi , bersama mereka suatu kaum kemudian beberapa nabi yang lainnya bersama mereka orang banyak, dan bersama nabi yang lain tidak ada dengannya siapa-siapa." (At-Tirmidzi hadis hasan shahih)
Karena itulah Allah telah mengarahkan wajah Rasul-Nya Muhammad shallallahu'alayhi wa sallam kepada makna ini, ketika Allah memerintahkannya untuk berdakwah dan menyampaikan risalahnya, Allah tidak menuntut darinya shallallahu'alayhi wa sallam, hasil. Seperti yang Allah katakan,
فَإِنْ أَعْرَضُوا فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا ۖ إِنْ عَلَيْكَ إِلَّا الْبَلَاغُ ۗ وَإِنَّا إِذَا أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً فَرِحَ بِهَا ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَإِنَّ الْإِنْسَانَ كَفُورٌ
Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada nikmat). (Q.S. Asy-Syura:48)

قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا ۚ وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang". (Q.S. An-Nur:54)
Maka adapun soal hidayah, adalah hak prerogative Allah. seperti yang Allah katakan,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.(Q.S. Al-Qasas:56)

Di antara fikih kaidah ini adalah bahwa seorang da'I agar tidak terjatuh pada keputusasaan, depresi yang muncul akibat dari pengabaian orang-orang dan tidak menggubris risalah-Nya yang dibawa. Sesungguhnya Allah telah mengangkat beban dari nabi-Nya shallallahu'alayhi wa sallam dan Allah tidak akan pernah menugasi nabi-Nya di luar kesanggupannya.
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk(Q.S. Al-Baqarah:272)
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).(Q.S. Al-Kahfi:6)
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ
Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.(Q.S. An-Nahl:127)
Dalam ayat-ayat tersebut terdapat semacam hiburan untuk Rasulullah shallallahu'alayhi wa sallam, agar ia terus bersemangat dalam menyampaikan kebaikan dan hidayah kepada mereka, namun mereka buta dan tuli.

Hati yang penuh kasih sayang akan teriris ketika melihat manusia berkeliling di api seperti berkelilingnya kupu-kupu. Demikian perkara Rasulullah Saw, hingga datang arahan dari Allah,
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ?
"Maka barangkali kamu akan membunuh dirimu?" (karena benar-benar bersedih atas kondisi ummatnya kelak). Maksud ayat ini adalah untuk jangan bersedih terhadap mereka namun sampaikanlah kepada mereka risalah Allah, maka barang siapa yang mendapatkan petunjuk, itu adalah untuk dirinya. Dan barang siapa yang tersesat maka ia tersesat atas dirinya sendiri.

Demikian diangkatnya beban dari para da'I, ummat Rasulullah Saw, dalam memberikan petunjuk kepada manusia namun mereka tidak menggubrisnya walau telah dilakukan upaya yang amat dahsyat, ingatlah Allah tidak akan membebani manusia kecuali sesuai dengan kesanggupannya.

Kaidah ini adalah obat untuk mereka yang terburu-buru dalam berdakwah, yang menunggu-nuggu hasil duniawi yang tampak mata, dan menjadikannya sebagai syarat untuk terus berjalan dalam jalan dakwah ini. Dan ini keniscayaan sesungguhnya ia adalah kesalahpahaman pada satu sisi dan kesalahan yang amat jelas terhadap kaidah dakwah di dalam Alquran pada sisi yang lain.

Alquran telah menegaskan tidak adanya hukum sebab akibat dalam dakwah dan penerimaannya. Terkadang seorang da'I telah meluahkan seluruh daya upayanya namun belum juga ia temukan dari objek dakwahnya kecuali penolakan. Allah telah manjadikan Alquran yang mulia sebagai fase penengah yang memberikan kepastian, kesungguhan, antara dakwah dan diterimanya dakwah(hasil) seperti yang Allah maksudkan dalam,
حَتَّىٰ إِذَا اسْتَيْأَسَ الرُّسُلُ
Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka)
Masih dalam fase yang sama,
 وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا
dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan,
di dalam Alquran telah dijelaskan, para nabi saat menyampaikan risalah-Nya melalui fase-fase tersebut, putus asa, menyangka bahwa mereka telah didustakan, namun bersabarlah hingga hadirnya fase ini,
جَاءَهُمْ نَصْرُنَا
datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, (kutipan surat Yusuf ayat 110)

Ini tidak dimaksudkan bahwa para da'I tidak dituntut untuk mengerahkan daya upayanya dan berusaha sebaik mungkin sesuai yang Ia bisa. Tetap berusaha dengan syariat yang Allah telah tetapkan, then, just let Allah do the rest J

Nb: ini hanya terjemahan secara bebas, ada yang saya tambahkan ada yang saya lewatkan. Mohon maaf untuk segala khilaf dan kesalahan.