Bismillahirrahmanirrahim
Saya dapati Allah tak pernah bosan mengampuni khilaf dan kesalahan diri
di kala saya memintanya. Allah tak pernah mengeluh atas dosa-dosa yang setiap
detiknya saya perbuat. Saya mengenal Allah sebagai Dzat yang ridha mengampuni walau
tanpa saya pinta. Ridha memberi walau sesungguhnya saya benar-benar tak layak
mendapatkannya. Apalagi Ia yang maha pemurah, tak pernah sungkan membelai
lembut diri saya yang berlumur dosa.
Allah Akbar.
Tanpa saya sebut nama-Nya, seolah Ia yang maha penyayang senantiasa
berada di dekat, di sini, di sisi. Bahkan meminta bantuan orang lain sulit,
sungkan perlu bayaran. Saya dapati Allah, Rabbil 'aalamin dengan ikhlas
menemani saya pada setiap langkah ke manapun saya pergi, baik dalam diam,
secara terang-terangan, baik dengan keadaan sholih ataupun tidak, Ia temani. Tanpa
pernah menuntut untuk ini ataupun itu. Padahal sudah jelas apa yang Ia mau,
padahal sudah jelas apa yang Ia perintahkan. Takku lakukan? Tak pernah Ia
menegurku barang "tiupan". Tak pernah meleset pujian Ar-Rahman, Ar-Rahim-Nya.
Allah selalu menyayangi hamba-hamba-Nya.
Saat dalam dekap ibu, terasa begitu amat menenangkan, seolah saya tak
ingin Ibu pergi, seolah saya tak ingin wanginya hilang dari muka bumi ini,
tercatat sebuah pertanyaan besar dalam fikiran, "Takjubmu atas kasih
sayang sang ibunda sudah begini, bagaimana dengan kasih sayang Allah?"
sampai saya kembali pada tanah pun, tak selesailah segala nikmat-Nya apabila
dirincikan. Wajar bila diri terheran, mengapa bisa Allah begitu penyayang? Mengapa
bisa Allah begitu adil? Mengapa bisa Allah begitu kaya? Karena benar-benar tak
tergapai dengan logika manusia seperti saya, mengapa bisa Allah begini dan
begitu. Ia sempurna dengan segala keagungan-Nya, kebesaran-Nya, kehebatan-Nya.
Allah, aku takjub!
Sungguh, Allah lebih bahagia dengan taubat hamba-Nya tatkala ia
bertaubat kepada-Nya, daripada kebahagiaan salah seorang dari kalian yang
sedang bersama tunggangannya di padang pasir lalu tiba-tiba tunggangannya itu
hilang, padahal makanan dan minumannya berada di tunggangannya itu. ia putus
asa dengan tunggangannya itu lalu mendatangi sebuah pohon, dan kemudian
berbaring di bawah pohon tersebut. Saat itulah tiba-tiba tunggangannya muncul
kembali. Lengkap dengan perbekalannya maka ia pun segera memegang tali kekang tunggangannya itu. lalu ia berkata
karena sangat gembiranya, "Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah hambaku dan
aku adalah Tuhan-Mu" ia salah berucap karena sangat bahagia (HR. Muslim)