Bismillahirrahmanirrahim
Maghrib di hari sabtu kemarin. Ada
kisah yang membuatku tergugu saat shalat berjamaah dengan Ayah. Tentulah tak
hendak saya menangis, namun begitu saja air mata menetes perlahan tak lama
disambut oleh isakannya. Sebentar saja, hanya beberapa detik kemudian saya
kembali menguasai diri. Lepas ucap salam kanan dan kiri, saya langsung berdiri
bergegas ke teras luar. Duduk di kursi kayu bersama keheningan maghrib saya
tenangkan diri. Terkadang ucapan seseorang indah bagi dirinya tapi boleh jadi
pedih bagi pendengarnya. Kira-kira itulah yang terjadi padaku.
Saya pikirkan cara untuk menghilangkan kesedihan,
posisinya di rumah di waktu libur akhir pecan, benar-benar bukan masanya untuk
bersedih. Sedemikian saya makan, menyetel tv seadanya mengobrol sekenanya,
membantu seperlunya, ternyata bisa juga terbaca oleh ibuku. Ditanyanya ini dan
itu, saya tetap bungkam dan mengatakan semua baik-baik saja. Bahkan sempat ibu
saya menerka kesedihan terjadi karena kabar yang saya dapatkan tentang “si dia”
saya tertawa sedikit sambil berucap, “sebenarnya asal dia baik aku ga masalah,
tapi kalau Bunda ga mau, ya nggak. I’m ok Mom, really!” Ibuku sedikit mengancam
dengan wajah sangar kalau-kalau saya tidak
mau bercerita padanya, mengingat hampir setiap hal yang terjadi dalam hidup
saya, ibu saya tahu itu! Saya lawan rasa malu, untuk menceritakan segalanya,
saya pikir saya sedang mencari keridhaan-Nya, maka saya butuh masukan dari kedua
orang tua saya tentunya.
Melihat kekhawatiran ibunda
tercinta tentu menambah kepiluan malam itu. Subuhnya saya terbangun dengan
struktur kelopak mata yang lebih lebar. Ibu saya menegur untuk yang kedua
kalinya, “Ga nangis apanyaa itu liat mata kamu” yang tertuduh hanya
cengengesan. Alhamdulillah, bunda tidak terlarut dalam kekhawatiran mengingat
pagi itu ada acara di Ummul Quro juga ada undangan di Jakarta. Saya pun sama,
harus kembali ke Jakarta. Kami sibuk mempersiapkan diri masing-masing.
Saya sudah siap dan hendak
berangkat, saat bersalaman dengan Ayah beliau berkata, “Ayah sayang Isma” deg…..
tiba-tiba seperti ada dobrakan dari hati ke mataku ada yang ingin terjatuh namun
aku tahan kuat-kuat. Ayah masuk angin pagi tadi, jadi saya pijat sebentar,
bukan karena saya jago memijat hanya saja kasih sayang dan doa yang terhatur
untuk menyembuhkan Ayah, syafaakallah Ayah!
Saat berpamitan pada Bunda pun
sama, saya berpamitan di Ummul Quro, beliau berkata, “masih galau yaaa?” saya
hanya tertawa.
Kembali ke Jakarta. Harapan saya
sekembalinya ke kosan, sudah tak ada lagi kesedihan yang mendalam. Sebenarnya sudah
sejak semalam saya menenangkan diri saya, toh saya bukan orang yang baru sehari
dua hari mengenal Allah seharusnya saya memang jauh jauh jauh lebih dewasa
dalam menyikapi segala hal. Alhamdulillah, malam itu Allah ilhamkan, Allah
kuatkan saya untuk menguatkan hati saya.
“manusia hanya mampu berencana,
Allah yang pilihkan. Manusia hanya mampu berusaha, Allah yang memutuskan.” Dipilihkan
oleh Allah pada setiap sisi kehidupan? Ah, sungguh saya sangat ridha.
Kemudian saya belajar
mengikhlaskan. Allah, Irham dha’fana..