Bismillahirrahmanirrahim
Apa kabar dunia kampus? Dunia
heterogen yang mampu mengombang-ambingkan iman, sekaligus menjadi penguatnya,
mampu mengoyak ukhuwah sekaligus pengeratnya yang paling jitu, dunia yang
benar-benar membuat kita tertatih kelelahan sekaligus menyunggingkan senyum
kesyukuran. Kedua hal yang berlawanan tersebut tentulah dicapai dan disikapi
dengan cara yang jauh berbeda. Yang satu lelah dan berhenti, dan yang lainnya
lelah namun lillah….
Kami yakin dunia kami tak
seheterogen milikmu, kampus kami bisa dibilang kampus yang cukup homogen. Allah
beri kita kebahagiaan yang berbeda namun sama, Allah beri kita ujian yang sama
namun berbeda.
Alhamdulillah, layaknya
kampus-kampus yang ada, kampus kami baru saja melangsungkan pelantikan untuk
anggota BEM yang baru. Ya, BEM. Dulu dalam benak saya menjadi salah satu
pengurus di dalam BEM adalah sesuatu hal yang keren, cukup membangganggakan.
Kau akan lebih tahu informasi-infomarsi dibandingkan kawanmu, kau mengatur
mereka sementara mereka kau atur, kau ke sana kemari di kampus sedang mereka
cukup diam menanti. Oh, payah sekali pandangan saya ketika itu. Bahkan setelah
saya jalani, hari-hari saya dipenuhi kelelahan karena BEM, waktu saya tersita
tak tanggung-tanggung. Perjumpaan dengan orang tua di akhir pekan terkikis
perlahan-lahan, berkutat dengan program pengembangan, berkutat dengan proposal,
berkutat dengan rancangan acara. Apa indahnya kalau begitu?
Kau rasakan seluruh kemajuan
kawan-kawan kampus berada pada pundakmu, citra kampus ada di tanganmu,
bagaimana bisa tidur siang?
Kalau boleh saya protes, saya
akan protes pada kakak yang menjerumuskan saya ke dalam BEM ini. Sampai pada
suatu masa, saya mengerti, Allah yang pilihkan kita untuk mengemban amanah ini,
amanah tak akan pernah indah, amanah tak akan pernah mudah, beruntunglah bagi
ia yang yakin bahwa suatu saat Allah akan meminta pertanggungjawaban atas
amanah yang ia emban, lalu ia bersungguh-sungguh menjalaninya.
Dan hari ini saya harus dilantik
kembali menjadi anggota BEM? Rasanya saya ingin kabur saja, namun kostan
saya hanya berjarak 500 M dari kampus. Rasanya saya ingin menolak saja, namun
tidakkah saya dzhalim, apabila alasan saya karena saya tak ingin lagi tersita
waktu, lelah berkeringat tak karuan, waktu belajar, menghafal dan istirahat
yang berkurang? Bismillah…. Kulangkahkan kaki menuju aula untuk pelantikan.
Siapa yang menyangka, nasihat
dari Ustadzah kami dalam sambutannya terasa begitu menohok hati, namun kiranya
itulah yang seharusnya ia lakukan, mengingatkan kami tentang hakikat amanah ini.
dengan lembut namun tegas ia mulai membuka hati dan kesadaran kami, bahwasanya
amanah ini bukanlah ikraman wa takriman(kemuliaan atau posisi yang
dibanggakan) justru ianya adalah taklifan (beban) yang Allah simpan
dalam pundak kami. Kemudian, bagaimana pula kami bisa berbangga diri? Merasa lebih
daripada yang lain?
Kemudian Ustadzah mengarahkan
kami agar bekerja sebagaimana sabda Rasulullahi shallallahu ‘alayhi wa sallam,
“Innallaha yuhibbu idza ‘amila ahadukum ‘amalan an yutqinahu”. Ya, sudah
selayaknya kami yang kuliah di kampus agama ini berjuang mengamalkan hadits di
atas, yaitu bekerja dengan itqaan dengan penuh profesionalitas. Bekerja
dengan suka rela dan hati senang. Membekali keilmuan diri agar profesional,
sebab inilah bentuk kecintaan Allah pada kita, saat bekerja dengan itqaan.
Kian bertambah poin yang
disampaikan, hati saya berdebar lebih menakutkan, amanah ini kian bertambah
berat rasanya. Ustadzah mewanti-wanti kami agar senantiasa mengingat kata kunci
keberhasilan kinerja kami, yaitu: Al-Amanah. Mari laksanakan tugas dan
fungsi kita di manapun berada, dengan penuh amanah. Pekerjaan tanpa amanah,
bukan manfaat yang kita beri dan kita dapatkan, namun mafsadah
(kerusakan). Na’udzubillah.
Terakhir Ustadzah kembali
mengingatkan kami untuk menjadikan amanah ini sebagai proses pendekatan dan
penghambaan diri kepada Allah Ta’ala.
Alhamdulillah..
Untuk teman-teman yang sedang
mengemban amanah, hanya Allah yang mampu menguatkan pundakmu, hanya Allah
jualah yang mampu meringankannya. Sadarilah, kiranya Allah senantiasa bersama
kita, meskipun tak pernah kita minta.
Demi tegaknya kalimat Allah.