Bismillahirrahmanirrahim,
Malam, dua hari yang lalu.
Duhai bulan, di manakah engkau gerangan? Banyak jiwa yang
membicarakanmu, sudikah kiranya kupandang sebentar saja?
Tak perlu sulit kucari, ianya tepat berada pada sisi langit yang amat
benderang itu. Bismillahi masya Allah! Pada renungannya hatiku dibuat takjub
bukan main. Allah begitu hebat menciptakan bulan yang menjadi penerang
gulitanya malam, tak hanya itu bulan benar-benar menjadi pembimbing para
musafir menelusuri malam penunjuk arah tempat tujuan. Engkau ciptakan bulan
dengan amat sempurna, Allah.
Bulan, tak hanya malam itu kau membuatku terpaku atas segala tanda-Nya. Malulah
rasanya dihadapan Allah, yakin bahwa Allah maha besar, maha pencipta, maha
segala-galanya! Tapi jiwa diri tak mampu mengecap makna kebesaran-Nya. Astaghfirullah.
Ini Allah, tanda-Mu dari bulan-Mu yang padahal tak lebih sempurna dari
ciptaan-Mu yang ini, diriku sendiri. pada dua pagi yang sudah terlewati,
rasanya kau tak hentinya menemani perenunganku, bulan. Dua pagi sudah, kau sudi
temani saya menghirup udara segar dari tetumbuhan yang ada, melatih kaki untuk
senantiasa kuat berjalan, memanjakan diri dengan memberikan haknya yang tak
diragukan, olahraga. Ya, dua kali juga saya memandangmu dengan penuh senyuman. Rasanya
kau menyapa, "Haai" kemudian saya mendongak, "eh?" wah
ternyata dirimu, "Haloo" dengan senyum merekah mewah. Sudah dua kali
begitu, bulan. Indah bukan main. Namun pada senyum yang kedua, kuiringi pilu
yang tiba-tiba menerjang, maaf. Saat kupandang dirimu sudah tak sesempurna
kemarin malam, terlalu naïf juga saya bilang tak sesempurna, sebabnya? Memang
begitu keadaanmu, yang pada suatu masa kau tampil dengan begitu mempesona, pada
masa lain kau tampil dengan separuh tubuhmu yang bahkan lebih indah dari
senyuman kami, dan pada masa yang lain, kau harus tampil seperti sebagian
tubuhmu hilang, namun hebatnya seorang engkau, bulan kau tetap maksimal
memfungsikan dirimu, tetap menjadi teman malam mereka yang penat dengan
kehidupan di dalam, tetap menjadi cahaya bagi para musafir, ya kau memang
begitu, selalu taat tak pernah berbalik arah, saya yang jauh amat sangat lebih sempurna darimu
mengapa tak mampu untuk senantiasa taat ya? Jawabnya mungkin ada pada akhlak
setiap jiwa, yang dipilihnya berdasarkan nafsu yang masing-masing manjakan,
nafsu yang solih atau sebaliknya?
Bulan, terimakasih untuk muhasabahnya pada tiga hari terakhir ini, kian
cinta pada Rabb kita semata, Allah.
0 comments:
Posting Komentar