Jumat, 28 Februari 2020

Antara Memasak dan MPASI

Bismillahirrohmanirrohim 

Saya memang nggak bisa Masak dari dulu kalau hanya goreng-goreng Insyaallah sih bisa, hehe.. bikin nasi goreng dari dulu bisa masak telor goreng nugget sosis dan lain-lain. Oh ya tentu juga masak mie bisa Insya Allah hehehe.

Qodarullah setelah menikah tentu harus mulai belajarbmemasak di rumah, walau dulu saya dan suami prefer untuk beli makan aja di warteg yang bersih. karena menurut perhitungan suami, lebih ekonomis beli, gak kebanyakan, effortless dan minimalisir mubadzir. 

Beberapa kali setiap kali mau masak Pasti lihat resep dulu, misalnya hari ini mau masak apa terus Googling deh. Saya eksekusi barang suami itu Zaman waktu masih berdua, sekarang Alhamdulillah udah punya anak kalau eksekusi makanan baru bareng-bareng biasanya tapi untuk yang ke 2 3 dan seterusnya biasanya Alhamdulillah suami saya yang masak hehehe.

Kalau saya nggak repot sama anak saya juga kepengen masak di dapur gantian deh suami yang pegang anak dulu.

Qodarullah sekarang suami, juga saya , sedang sama-sama sibuk. Suami harus berangkat pagi pulangnya Menjelang magrib. Saya pun dalam sepekan mengajar di rumah (Syifaurrahman Islamic Club Bogor) pagi dan sore selama 3 hari. Jadi lumayan repooot sekali kalau pagi, kalau udah kayak gini kita harus sama-sama kuat di niat awal, saling apresiasi, dan never forget pillow talk. Hehehe

Alhamdulillah anak kami yang kedua tanggal 23 bulan Februari lalu berusia 6 bulan otomatis harus mempersiapkan MP ASI nya dengan baik menjadi momok si buat saya yang nggak bisa Masak ini tapi Tetap semangat dong untuk memberikan asupan terbaik untuk anak.

Jadi H-1 minta suami beli cumi udang ayam ati dan buah-buahan Adapun sayur-sayuran biasanya beli Dadakan di tukang sayur. 

Alhamdulillah hari ini hari ke-6 anak kami yang kedua MP Asi dibilang mudah alhamdulillah dibilang sulit enggak juga karena Alhamdulillah udah dipersiapkan bahan-bahannya.

Nah jadi mungkin untuk ibu-ibu yang kaya saya nih nggak jago masak, inti MPASI kan memberikan asupan yang sehat untuk anak, giving real food for them, jadi nyetok aja di freezer dari mulai ayam udang Ati daging giling nanti setiap hari digilir deh untuk protein hewani nya yang penting masakin anak ada protein hewani nabati karbohidrat sayuran, kacang-kacangan, untuk snacknya biasanya saya kukus buah pir atau apel atau potong-potong buah naga biar nanti dia makan sendiri, atau dimasukan ke pacifier buah, sambil saya dan Tetehnya temani.

Alhamdulillah semoga semua kami lakukan lillahi Ta'ala agar anak-anak kami menjadi anak sholihah muslihah sehat jasmani dan ruhani, yang bermanfaat untuk agama bangsa juga tentu keluarganya yang paling utama.

#RabbiHabliMinashshaalihiin 
Minggu, 05 Januari 2020

Makan Sayuran

Bismillahirrahmanirrahim


Dari zaman kuda ngagegel besi (bahasa ibuku) sayuran sudah jadi makanan penting untuk tubuh namun sekaligus menjadi momok bagi anak-anak bahkan orang dewasa. Ya ga? Saya gitu sih dulu :D jadi paling seneng kalau jadi pemakan sayur bayam, bukan karena jadi popeye *garing tapi karena bundaku jadi bahagia hehe….

Begitu pun kini yes, saat sudah berbuntut. Anak pertama, si shalihah yang lincah, cerdas, dan penuh sopan santun (ini doa ya, biar jadi kenyataan aamiin) saya merasa tidak begitu sukses dulu saat memberikannya MPASI, atau bahkan saat mengandungnya. Hiks, maafkan Annem nak. Tapi 

Alhamdulillah sejak umurnya 1 tahun, kami (Annem Babamnya Maryam) sudah bertekad untuk tidak lepas memberikannya makanan sehat seperti sayur rebus.

Alhamdulillah saat banyak anak merasa horror memakan sayur-sayuran dan orang tua yang kepayahan memaksa anaknya makan sayur, ananda Maryam makan, berbekal, dan ngemil sayur rebus dengan suka rela. Walau ada hari-hari atau bahkan pekan-pekan yang dia tidak mau makan sayur rebus. Dulu sih, saat masih satu tahunan. Sekarang Maryam sudah tiga tahun, Alhamdulillah sudah bisa dengan metode reward. Misal, “Maryam, kalau kamu makan sayur ini segera dan habis, Annem akan bacakan buku.” Dia dengan amat semangat melahapnya. Tentu ini bukan secara tiba-tiba ya dan tentu ini anugerah dari Allah, yang paling utama.

Dimulai dari niat yang lurus lillaahi ta’ala, agar anak kita tumbuh menjadi hamba yang kuat beribadah, berdakwah, memberi contoh (Bapak ibunya jangan malas makan sayur yess), menyiapkan, mengikutsertakan anak dalam prosesnya, tidak memaksa, dll. Pakai metode reward insya Allah bisa juga, tapi jangan bablas, Tarik ulurlah. Karena yang pernah saya dengar metode ini seharusnya tidak digunakan untuk kebutuhan pokok. Jadi saya lebih menakar dan memperhatikan kondisi.

Walau begitu, di usia Maryam yang 3 tahun ini beratnya masih 10kg dan tb nya cukup imut-imut, saya lupa berapa hehe.. doakan ya agar ananda menjadi anak shalihah mushlihah J

Rabu, 25 Desember 2019

Menikah

Bismillahirrahmanirrahim

Pernikahan. Aku pernah mendamba pernikahan pada usia yang amat belia. Tidak peduli berapa jiwa kulangkahi. Aku pernah berharap pernikahan pada usia yang amat belia. Tidak peduli, apa kata orang tua dan orang lain nanti. Pada usia yang amat belia, aku takut zina, aku takut Allah murka, aku takut terjerumus dari perbuatan yang melukai hati ayah bunda. Pada usia belia pula, permintaanku ditolak mentah-mentah. Hehehe

Saat itu aku kepayahan menjaga diriku, tapi…. Tak ada yang tahu (: #nasib

Kakakku lelah dengan rengekku meminta izin melangkahi, gerah, menyilakan tanpa raut keberatan sedikitpun, tapi… Bundaku lebih tahu apa yang terbaik untukku. Apalagi Allah?

Maka kusibukkan hari-hariku dengan belajar dan berorganisasi, beberapa kali mengambil jadwal mengajar Al-Qur`an di suatu bank di Jakarta (gaya yes, padahal emang dulu kuliah juga di Jakarta kan jadi kos di sana, ya tinggal juga di sana).

Aku sibuk, sampai lupa tuntutanku dulu; menikah!
Sibuk luar dan dalam, jangan kau cari aku pada waktu siang di kamar kosan ku. Tidak ada! Cari aku di kelas, di masjid, (makin gaya yes…. Padahal mah rata-rata teman-teman di kampus juga gitu, kura-kura, kuliah-rapat-kuliah-rapat) hehehe

Aku syukuri segala aktivitas ini, aku tersenyum dengan ucapan bundaku dulu: bentar lagi juga kalau dia udah kuliah, lupa tuh sama nikah. Yes mom, benar sekali :’)
Sampai tiba suatu saat yang tidak akan pernah lupa, saat bundaku, menelpon dan memintaku menikah. What? Ayah dan bunda lagi kenapa ini? *batinku. Tapi waktu itu bulan Ramadhan, rasanya kurang pas untuk nge-prank *yakali ayah bunda ngeprank :P Lagi, bunda menelponku. “Sudah ada ikhwannya?” ikhwan yang mana maaak L( wkwkw ada-ada aja kisah hari itu. Dengan siapa kira-kira? Dengan sosok lelaki yang sama sekali tidak pernah kuingat, bahkan detil rupa wajahnya, kecuali mata sipit dan dada burungnya. Hanya itu yang paling berbekas dari beberapa kali perjumpaan kami yang tanpa disengaja. Oya, sama vespa dan sweater merahnya K itu rada berbekas yes, secara bukan tipe gue banget, tapi yasudin, panjang cerita sampai akhirnya…..

Tibalah hari ini, empat tahun pernikahan kita, kanda.

Lelaki, kiriman Allah atas segala doa yang dipanjatkan. Menikah dengan lelaki ini, adalah sebuah kesyukuran. Apakah ini buah kesabaran? Ya Allah, padahal sabarku tak seberapa. Apakah ini buah dari aktivitas positif yang dulu kulakukan? Ya Allah padahal dosaku jauh lebih banyak.

Namun hadiah ini, yang dari usia amat belia kuminta (baca: menikah) begitu unik, karena ianya bukan pajangan yang cukup dengan disimpan dan dipamerkan. Bukan juga perhiasaan yang nikmat namun disimpan rapat-rapat, bukan… apa lagi ya? Namun ia adalah cinta, kasih sayang, dan surga, yang kau perlu air setiap hari untuk menyiramnya, pupuk untuk menjaga kualitas dan buahnya, doa-doa untuk mengekalkan keberkahan, juga rasa syukur agar langgeng dunia akhirat.

Hei! Kanda…. Bersabarlah membimbingku yang memiliki 20.000 kata per hari bahkan lebih wkwkwk.. *maybe yes..

Teman-teman di sini ada yang mau nikah tapi belum bisa? Coba kenapa kira-kira? Nah, apapun jangan lupa TETAP ISI TIAP DETIKNYA DENGAN HAL POSITIF misal: belajar lagi, kerja, berorganisasi dll. Yang bener-bener emang bikin kita jadi gak ada waktu untuk mikirin cinta-cintaan. Apalagi cintanya belum fix yakan… hehe

Karena sejatinya, menikah perlu keimanan yang kuat. Sudahkah? sehari menikah saja masalah sudah akan ada :D tapi kalau kau punya iman yang kuat, insya Allah, Allah pasti bantu dan kuatkan. semangat! *ngomong sama diri sendiri
Allahu a’lam.
Minggu, 12 Juni 2016

Ramadhan Camp Zaid Sahabat Qu`an (3 Hari Bersama Al Kahfi, Mencetak Pribadi Qur`ani)

Bismillahirrahmanirrahim

Melempar ingatan, beberapa minggu sebelum Ramadhan, saat kami sedang bersiap-siap pergi, saya nyeletuk pada Kanda. “Bikin Ramadhan Camp yuk!” hanya sebatas itu, kemudian ditambah perencanaan-perencanaan yang hanya sebatas bayangan, tanpa ditulis, tapi berharap penuh kepada Allah agar bisa terealisasi.

Hari-hari berjalan, saya yang tipenya menagih dan butuh bukti nyata, mulai risau karena belum adanya tanda-tanda yang nyata. “Ayo dong, katanya mau bikin RC?” mulailah ia sibuk membuat desain sebelum desain. Maklum di antara kami belum ada yang bisa bermain di PS, Corel atau sejenisnya. Ia sibuk dengan power pointnya. Saya sendiri mulai mengonsep acara. Kami saling memberi masukan. Begitu juga keluarga, dukungan mereka penuh kami rasakan, semangat kami kian meletup-letup.

Sampailah pada hari di mana Ramadhan Camp Zaid Sahabat Qur`an disebar kekhalayak ramai dunia maya. Terbatas hanya untuk 15 orang. Saat itu sambutan peminat tak seramai saat membuka kelas tahsin dan tahfidzh bulan lalu, namun Alhamdulillah. Target 15 orang tercapai bahkan lebih.

Dalam perjalanannya, satu persatu izin, dan mendaftar. Izin dan mendaftar. Saya yang panikan Alhamdulillah Allah anugerahi pasangan yang kadang sifat “santai”nya menenangkan. “Gak papa, udah Allah tentuin. Kalaupun kurang dari 15 akhawat ya khair in sya Allah.”

Menggunakan rumah dinas ayahanda, Alhamdulillah ternyata yang hadir diluar dugaan! Cukup 11 orang.hehe. awalnya merasa sedikit kecewa, namun ternyata yang 11 itulah yang memang pas untuk keadaan kita. Alhamdulillah. Rencana Allah memang sungguh luar biasa J

Di hari pertama, semangat teman-teman bercampur kerisauan. Akankah selesai satu surat al kahfi dalam tiga hari?

Kami terus memotivasi. Jangankan mereka, saya pribadi saja merasa bersedih kalau mendapati keluhan peserta yang merasa kesulitan. Kami berdoa memohon kemudahan, kelancaran.

Malam dan esok harinya, kami melihat semangat yang begitu menggebu. Rumah ini terasa indah dengan lantunan-lantunan surat al kahfi yang saling beradu. Saya takjub dengan semangat mereka. 

Bahkan ada yang tidak mengambil jatah istirahat pagi atau siangnya agar terus bisa menghafal dan menyetorkan pada musyrifah.
Sedikit, sederhana, tapi begitu membekas di hati saya pribadi.

Hari terakhir kami jaga semangat mereka, sebisa mungkin, saya salut pada teman-teman yang membantu saya dalam RC  Zaid SQ, jazaakunnallahu khairan J begitu serius dan sungguh-sungguh.

Dan puncaknya pada penutupan, Alhamdulillah… dari 11 orang ada yang berhasil menyelesaikan hafalan Al Kahfinya, yang lain menyusul perlahan. Saya tidak kecewa, dan bersyukur dengan hasil ini, sebabnya, saya tahu daripada yang lancar menghafal ternyata lebih banyak peserta yang belum terbiasa dengan menghafalnya. Ada yang dari hari pertama mau pulang saja, tapi terus kami semangati sampai akhirnya ia menjadi peserta dengan kategori terajin.

Ada yang kesulitan sekali tapi tetap tampak tawakkal dan tekun menghafal.
Ah, saya salut. Bersyukur dan banyak belajar dari mereka. Semoga kebaikan saling tertularkan, keberkahan saling terasakan.


Allahummarhamnaa bil qur`an J
Saya dan Kanda tentu harus terus belajar Rabb. Banyak sekali kekurangan dan kesalahan kami, semoga Allah maafkan dan terus membimbing kami. aamiin
Jumat, 23 Januari 2015

--R--

Bismillahirrahmaanirrahiim

Dari petang Kairo, aku mengembangkan senyuman
Warna langit yang menyamai warna bajuku
Terima kasih telah memberikan sejuta rasa dalam satu rangkaian kisah
Terima kasih telah mengajarkan apa yang "fillah"
Bahkan hingga kini, masih dipenuhi dengan kesyukuran.

--r--
Selasa, 16 September 2014

Nasihat Ustadzah Tentang Amanah Ini, Kawan


Bismillahirrahmanirrahim

Apa kabar dunia kampus? Dunia heterogen yang mampu mengombang-ambingkan iman, sekaligus menjadi penguatnya, mampu mengoyak ukhuwah sekaligus pengeratnya yang paling jitu, dunia yang benar-benar membuat kita tertatih kelelahan sekaligus menyunggingkan senyum kesyukuran. Kedua hal yang berlawanan tersebut tentulah dicapai dan disikapi dengan cara yang jauh berbeda. Yang satu lelah dan berhenti, dan yang lainnya lelah namun lillah….

Kami yakin dunia kami tak seheterogen milikmu, kampus kami bisa dibilang kampus yang cukup homogen. Allah beri kita kebahagiaan yang berbeda namun sama, Allah beri kita ujian yang sama namun berbeda.
Alhamdulillah, layaknya kampus-kampus yang ada, kampus kami baru saja melangsungkan pelantikan untuk anggota BEM yang baru. Ya, BEM. Dulu dalam benak saya menjadi salah satu pengurus di dalam BEM adalah sesuatu hal yang keren, cukup membangganggakan. Kau akan lebih tahu informasi-infomarsi dibandingkan kawanmu, kau mengatur mereka sementara mereka kau atur, kau ke sana kemari di kampus sedang mereka cukup diam menanti. Oh, payah sekali pandangan saya ketika itu. Bahkan setelah saya jalani, hari-hari saya dipenuhi kelelahan karena BEM, waktu saya tersita tak tanggung-tanggung. Perjumpaan dengan orang tua di akhir pekan terkikis perlahan-lahan, berkutat dengan program pengembangan, berkutat dengan proposal, berkutat dengan rancangan acara. Apa indahnya kalau begitu?

Kau rasakan seluruh kemajuan kawan-kawan kampus berada pada pundakmu, citra kampus ada di tanganmu, bagaimana bisa tidur siang?

Kalau boleh saya protes, saya akan protes pada kakak yang menjerumuskan saya ke dalam BEM ini. Sampai pada suatu masa, saya mengerti, Allah yang pilihkan kita untuk mengemban amanah ini, amanah tak akan pernah indah, amanah tak akan pernah mudah, beruntunglah bagi ia yang yakin bahwa suatu saat Allah akan meminta pertanggungjawaban atas amanah yang ia emban, lalu ia bersungguh-sungguh menjalaninya.

Dan hari ini saya harus dilantik kembali menjadi anggota BEM? Rasanya saya ingin kabur saja, namun kostan saya hanya berjarak 500 M dari kampus. Rasanya saya ingin menolak saja, namun tidakkah saya dzhalim, apabila alasan saya karena saya tak ingin lagi tersita waktu, lelah berkeringat tak karuan, waktu belajar, menghafal dan istirahat yang berkurang? Bismillah…. Kulangkahkan kaki menuju aula untuk pelantikan.

Siapa yang menyangka, nasihat dari Ustadzah kami dalam sambutannya terasa begitu menohok hati, namun kiranya itulah yang seharusnya ia lakukan, mengingatkan kami tentang hakikat amanah ini. dengan lembut namun tegas ia mulai membuka hati dan kesadaran kami, bahwasanya amanah ini bukanlah ikraman wa takriman(kemuliaan atau posisi yang dibanggakan) justru ianya adalah taklifan (beban) yang Allah simpan dalam pundak kami. Kemudian, bagaimana pula kami bisa berbangga diri? Merasa lebih daripada yang lain?
Kemudian Ustadzah mengarahkan kami agar bekerja sebagaimana sabda Rasulullahi shallallahu ‘alayhi wa sallam, “Innallaha yuhibbu idza ‘amila ahadukum ‘amalan an yutqinahu”. Ya, sudah selayaknya kami yang kuliah di kampus agama ini berjuang mengamalkan hadits di atas, yaitu bekerja dengan itqaan dengan penuh profesionalitas. Bekerja dengan suka rela dan hati senang. Membekali keilmuan diri agar profesional, sebab inilah bentuk kecintaan Allah pada kita, saat bekerja dengan itqaan.

Kian bertambah poin yang disampaikan, hati saya berdebar lebih menakutkan, amanah ini kian bertambah berat rasanya. Ustadzah mewanti-wanti kami agar senantiasa mengingat kata kunci keberhasilan kinerja kami, yaitu: Al-Amanah. Mari laksanakan tugas dan fungsi kita di manapun berada, dengan penuh amanah. Pekerjaan tanpa amanah, bukan manfaat yang kita beri dan kita dapatkan, namun mafsadah (kerusakan). Na’udzubillah.

Terakhir Ustadzah kembali mengingatkan kami untuk menjadikan amanah ini sebagai proses pendekatan dan penghambaan diri kepada Allah Ta’ala.

Alhamdulillah..

Untuk teman-teman yang sedang mengemban amanah, hanya Allah yang mampu menguatkan pundakmu, hanya Allah jualah yang mampu meringankannya. Sadarilah, kiranya Allah senantiasa bersama kita, meskipun tak pernah kita minta.

Demi tegaknya kalimat Allah.


Senin, 18 Agustus 2014

Dalam Lingkaran Cinta


Bismillahirrahmanirrahim

Sudah hampir empat bulan kita bersama, adik-adik sayang….

Saya  memang bukan seseorang yang membimbing mereka dari awal keberadaan mereka di SMAN 2 Cibinong. Ada kawan-kawan hebat saya yang dengan ikhlas menjadi kakak mentor bagi mereka. Namun saat adik-adik tiba di penghujung kelas tiga, maka sunnatullah, akan ada yang dengan kuat bertahan atau berhenti pergi dan tergantikan. Kemudian, adik-adik sayang termasuk ke dalam dua puluh akhwat yang masih bertahan. Terlimpahkan amanah kepada saya seorang. Bismillah, saya siapkan diri untuk berjalan lagi bersama-sama dengan kawan-kawan hebat setelah hampir tiga tahun saya vakum dari dunia alumni rohis dan mentoring karena kesibukan dan amanah yang lain.

Saya memulai hari-hari liqo bersama adik-adik sayang. Jujur, saya bukan kakak yang romantis, yang biasa memanggil adik-adik dengan sebutan “sayangku” atau apalah. Cuma dalam tulisan ini saya mencoba untuk mengungkapkan betapa…. Mereka amat kusayangi.

Ingat awal-awal perkenalan saya dan adik-adik. Dari dua puluh lebih, hanya tujuh sampai dua belas saja yang menyanggupi untuk hadir dalam halaqah-halaqah yang saya tentukan setiap hari Sabtu. Dari dua belas, terkadang hanya lima yang benar-benar bisa hadir istiqomah. Sebenarnya, saya sedih melihat adik-adik tak menyampaikan izinnya mengapa tidak bisa hadir, lebih memilih menjadi silent reader saat saya membahas sesuatu di grup lingkaran cinta saya dan mereka, lebih memilih diam saat dengan penuh harap saya tanya kondisi mereka, dan banyak lagi.

Namun lagi-lagi, walau saya adalah kakak yang baru mengenal mereka namun rasanya duka mereka, duka saya juga. Bahagia mereka bahagia saya juga.

Semua perasaan ini bermula tentu saat saya niatkan segalanya Lillahi Ta’ala. Menyerahkan segala daya dan upaya pada Allah semata.

Apalah yang membuat anak baru lulus SMA galau berbulan-bulan kalau bukan tentang Perguruan Tinggi. Itupun yang terjadi di dalam lingkaran cinta saya dan mereka. Belum ada kabar apa-apa tentang status mereka apakah diterima atau masih harus berjuang lagi. Sampai akhirnya satu persatu mendapatkan kabar bahagia. Diterima di kampus pujaan masing-masing. Saya bersyukur. Amat bersyukur, terimakasih yaa Rabb, atau senyuman yang Kau ukir di bibir mereka.  Belum berakhir, lebih banyak yang belum diterima.
Saya ikut menanti dengan harap-harap cemas. Entahlah apa pula yang saya cemaskan. Saya hanya khawatir adik-adik bersedih kalau Allah berbeda kehendak dengan mereka. Benar, tak semua jawaban yang Allah beri, sejalan dengan apa yang mereka minta.

Satu persatu japri saya terima. Setiap adik mengungkapkan kesedihannya, ketakutannya, kekhawatirannya. Seakan benar-benar masa depan mereka ditentukan oleh kampus yang kelak dipilihkan Allah untuk mereka.
Da saya mah apa atuh…. Saya hanya bisa mendengarkan, menyemangati dan turut mendoakan. Saya katakan pada mereka, “Baik buruknya takdir seseorang itu bukan ditentukan dari suka atau tidak sukanya apalagi dari nyaman atau tidaknya. Takdir, apabila kau terima hingga ia membawamu ke surga, itulah kebaikannya. Namun apabila kau tak mampu menerimanya, takdir seindah apapun di mata dunia, tak akan mampu menjadi penolongmu di akhirat kelak. Segala apa yang Allah tentukan selalu baik adanya. Sebab Allah maha sempurna tahu kebutuhan hamba-Nya. Coba rasakan itu, kau merancang masa depanmu, saat Allah berkehendak lain, yakinlah bahwa Allah sedang memperbaiki rancanganmu yang rapuh. Husnu dzhann billah…

Entah pada jenis ujian apa dan keberapa, beberapa adik masih belum mendapatkan kampus juga. Kali ini  Saya yang lebih dulu japri satu persatu, lagi-lagi saya hanya bisa sedikit berbagi perasaan dan semangat. Ada juga adik-adik yang memilih untuk tidak saya ganggu sementara, saya terima dengan penuh do’a. semoga Allah menjaga ke-tawakkal-an ia pada-Nya.

Sampai pada suatu hari salah seorang adik mengirim pesan singkat via WA kepada saya, “Kakak doain aku ya kak….” Kira-kira begitu. Entah rasanya berbeda. Seperti ada dorongan yang amat kuat keluar dari kata-kata itu. Pintanya menampar kerjaan saya yang malas-malasan. Pintanya mendobrak hati saya yang tak khusyuk dalam beribadah. Pinta si adik benar-benar menyadarkan saya tentang sesuatu bernama kesungguhan. Mereka meminta doa pada saya, seolah kesuksesan mereka boleh jadi berkat doa dari saya kemudian saya merasa malu teramat dalam kepada Allah.

Saya punya adik-adik yang harus saya semangati, yang harus saya isi, yang harus saya doakan setiap hari, bagaimana Allah mau memperkenankan kalau sayanya saja tidak sungguh-sungguh dalam meningkatkan kualitas diri, tidak khusyu dalam ibadah, tidak sungguh-sungguh dalam mengabdi pada Allah?
Ah, pesan itu benar-benar membuatku malu…. Pesan singkat itu masih membekas hingga sekarang. Tamparannya masih terasa, hati saya masih berdegup mengingatnya, bahkan terkadang membuat saya ketakutan.

Atau pada saat melihat buku mutaba’ah, dalam kolom tahajjud terpampang “tujuh” “lima” “enam” berderet…. Ya Allah, hampir setiap hari mereka tahajjud! Saya malu.

Terimakasih Allah, untuk anugerah yang Engkau berikan pada saya, berupa adik-adik sayang. Kalau mereka sebut saya, saya adalah kakak mentornya, murabbiahnya, sesungguhnya bukan. Justru merekalah yang banyak menegur saya tanpa sadar…. Izinkan kami untuk ikhlas dalam berdakwah ya Allah, kuatkan kami apabila benar, luruskan kami apabilah tersalah.

Adik-adik sayang, dewasa adalah pilihan seperti kalian memilih untuk shalat dhuha pagi ini atau tenggelam dalam kesibukan duniawi. Dewasa adalah pilihan, seperti memilih untuk sibuk memperbaiki diri dan menebar manfaat sekemampuan kita, atau repot dengan aib orang.

Allah, kumpulkan kami dan orang-orang  yang kami cintai di surga-Mu kelak, aamiin.