Hatiku menggebu. Ingin segera
beranjak dari kursi, entah berbuat apa yang jelas ingin bertindak. Ustadzah dengan
suara parau mengisahkan kepada kami tentang kekejaman Bashar Assad dan para
tentaranya, terhadap para mujahid suriah. Tidak hanya para pemuda, bahkan kakek
tua, bahkan wanita bahkan anak-anak. Astaghfirullah. “du’aa, du’aa yaa banaat”
kalaulah tak ingat ia sedang di dalam kelas mungkin ia sudah menangis. Astaghfirullah.
Hatiku tersayat, pilu. Ingin aku mengutuk dengan bahasa kutukan yang paling
tinggi. Bukan hanya karena aku muslim maka aku bersedih, ini juga tentang peri
kemanusiaan, hak-hak setiap orang bahkan wanita dan anak-anak. Aku bukan hendak
mengemis kasih pada kalian tangan-tangan syaithan, toh Allah maha besar, maha
bisa melakukan apa yang Allah mau. Aku bosan bertanya, untuk apa semua kau
porak porandakan? Tidakkah kau bersedih melihat seorang ibu yang hampir habis
air matanya, menangisi satu persatu jundiynya yang terbunuh di tangan-tangan
kalian? Anak-anak mereka adalah harapan mereka, regenerasi mereka yang
disiapkan dengan kekuatan doa. Kau patahkan harapan mereka? Kau buang bayang-bayang
kesuksesan mereka di pundak anak-anaknya? Sayangnya sang ibunda pun mengerti,
jundiynya telah menjadi syuhada, bahagia bersama Allah dan para bidadari surga.
Tidak bersedihkah hati-hati kalian, saat melihat anak-anak berlarian sambil
menangis kencang, menghindar dari hantaman rudal-rudal? Ataukah justru kalian
tertawa terbahak-bahak seolah kalian sedang menonton sebuah film di layar kaca?
Allah dan malaikat-Nya pun mengawasi segala kebodohanmu.
Duhai, wanita-wanita itu,
anak-anak itu, para mujahid seluruhnya terlalu suci untuk mendengarkan segala
perintahmu. Terlalu dirindukan oleh tuhannya. Allah amat menyayangi mereka,
untuk harus berlama-lama hidup di dunia yang fana. Bunuh saja seluruhnya,
bagaimana? Sampai tak ada tempat lagi di surga untukmu karena sudah dipenuhi
oleh para syuhada yang tempo hari kau bunuh.
Aku memang bukan siapa-siapa,
yang hanya bisa menyaksikan permainan bodohmu dari layar computer. Mana bisa
aku tertawa apalagi tersenyum ikhlas kalaulah tidak aku mengingat semua-semua
yang kau bunuh itu telah direngkuh syahdu oleh para malaikat dan dibawa
keharibaan-Nya. Aku iri. Aku menangis, aku ingin, aku merindu, aku juga mau,
Allah. Ya apalah artinya sebuah aku? Yang kerja masih terpaut dengan dunia. Namun
aku menangis saat melihat kau memaksa para mujahid bersaksi atas namamu,
kemudian kau penggal kepalanya, atau kau kubur hidup-hidup, kau kubur dengan
cara tidak layak,kau tembakkan peluru-peluru kearah mana saja yang kau suka, ibu-ibu
merangkul anak-anaknya menjadikan punggung sebagai pelindung bagi mereka,
sahabat menarik sahabatnya yang lain, melindungi, menguatkan diri dengan nama
Allah, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar” namun adakah wargamu gentar ya basya? Ckckck….
Wangi surga sudah begitu pekat, untuk apa menangisi nasib mati di tangan
kotormu? Justru memang sejak lama mereka merindukan surga. Mereka paham, tak
ada tempat selain surga demi berjumpa dengan Allah, tuhannya semata. Bersaksi atas
namamu agar tidak mati, alias agar tidak berjumpa dengan Allah? Ckck, hanya kau
dan tentaramu yang mau.
Aku memang bukan siapa-siapa. Namun
aku menangis, iri dengan wargamu yang begitu berani mati. Agaknya motto hidup
mereka tak hanya bahagia, atau sukses. Atau kebahagiaan dan kesuksesan mereka
ada di dalam hidup dengan terhormat atau mati menjadi syuhada.
Dan aku pun bertanya, adakah aku
siap untuk menjadi salah satu di antara sekian banyak syuhada yang sudah dipeluk
Allah dengan halus? Duhai Allah, iri betul hamba. Bolehkah meminta tempat walau
hanya untuk mengaitkan kelingkingku pada pelukan-Mu itu yaa Rabb? Atau kutitipkan
ayah dan bundaku bersama para syuhada? Juga kakak dan adikku? Guru dan
sahabatku? Semua orang yang aku cinta? Allah….. surga-Mu begitu mahal, namun
kutahu Engkau maha pemurah…..
maafkan aku, teman yang lalai untuk mendoakanmu. astaghfirullah....
kalaulah boleh, berjumpa kelak di surga? ingat namaku sahabat, Isma, Isma Muhsonah Sunman.
berjuang, sampai Allah ridha.
0 comments:
Posting Komentar