Bismillahirrahmanirrahim
Kawan-kawan
masisir di status facebooknya banyak yang bercerita tentang kedahsyatan dingin
tahun ini. saya penasaran, sedingin apa? Memang dari dua musim dingin yang saya
lewati setiap tahun terasa kian dingin. Tapi tidak pernah saya temui sampai di
bawah 8 derajat celcius dan itupun di pagi hari saja. Sulit membayangkan cerita
kawan-kawan bahkan gambar yang mereka upload, bersalju.
Musim
dingin itu, bagi saya lebih berat daripada musim panas, (kalau di mesir)
sebabnya baju yang dibutuhkan jadi lebih banyak, sulit sekali beranjak dari
kasur di pagi buta, mandi mencuci piring harus pakai air hangat, yang kadang
saya tidak sadar airnya sangat panas dan akhirnya membakar tangan saya. Angin yang
berhembus terlalu kuat terkadang melukai kulit punggung tangan atau membuat
tampilan jadi tidak karuan tiba-tiba jadwal seolah berubah, pagi-pagi yang
biasanya jalanan sudah penuh namun kalau musim dingin jadi terlihat lebih
lengang.
Namun
orang yang berpikir positif seperti Imam Hasan Al-Bashri punya pendapat sendiri
tentang Asy-syita (musim dingin) ini. الشِّتَاءُ رَبِيعُ الْمُؤْمِنِ
“Musim dingin terasa seperti musim semi bagi orang beriman.”, siangnya yang singkat digunakan untuk berpuasa, malamnya yang panjang digunakan untuk qiyaamullail dan bermunajat. Kira-kira begitu ucap sang imam. Subhanallah ya….
“Musim dingin terasa seperti musim semi bagi orang beriman.”, siangnya yang singkat digunakan untuk berpuasa, malamnya yang panjang digunakan untuk qiyaamullail dan bermunajat. Kira-kira begitu ucap sang imam. Subhanallah ya….
Kemudian
saya memutar kembali ingatan saya, adakah yang berkesan antara saya dan musim
dingin kairo? Ada, kawan…. Di awal musim dingin saya pernah tersasar, seorang
diri. Di tempat yang benar-benar baru pertama kali saya sambangi. Semua orang
yang saya tanya menjawabnya dengan satu kata "musya'arif" tidak tahu.
Sungguh hari itu saya hampir-hampir membenci orang-orang mesir, dan kata
musya'arif. Alhamdulillah, akhirnya saya temui orang yang tidak mengatakan
"musya'arif" saya merasa senang dan tertolong. Walaupun rute yang
beliau kasih salah -_- maka mana yang lebih saya pilih, "musya'arif"
atau yang tadi itu? Allah.
Saya
ingat bagaimana saya masih bisa menahan tangis padahal takut setengah hidup
berada di tempat yang saya tidak kenal dan di antara orang-orang
"Musya'arif" itu, tangis saya tertahan oleh angin pembuka musim
dingin yang terus menerus berhembus. Saya merasakan kerudung saya
berkibar-kibar tidak keren kalau saya menangis, kecuali satu dua yang menetes
dengan sembunyi-sembunyi di balik warung kecil samping saya berdiri.
Di akhir-akhir
pengharapan saya coba tanya kepada mbak-mbak yang berada di seberang. Dengan bahasa
arab dan inggris yang saya mix sedemikian rupa (baru empat 4 atau 5 bulan). Kalau
dari tampilannya mbak ini orang terpelajar. Kemudian dia menjelaskan, "aku
tahu tempat yang kamu maksud, tapi aku juga gak bawa mobilku(sambil menunjukan
kunci mobilnya saja). Kalau aku bawa mobil aku antar kamu" saya terdiam. Bingung. Kemudian tidak lama,
dia melanjutkan, "aku mau ambil mobilku dengan taxi kamu ikut saja aku
antarkan kamu saya ke tempatmu" tadaaa.. alhamdulillah, sampai juga saya
pada gedung putih itu.
Sepanjang perjalanan saya berpikir bagaimana
caranya berterimakasih kepada mbak itu. saya tulis pada kertas,
"syukran" kemudian "jazaakillahu khairan" kemudian
"semoga kita berjumpa lagi" kemudian "maafkan aku sudah
merepotkan" kemudian "salam" dan saya urungkan kertas tersebut
kembali masuk ke dalam tas. Akhirnya yang keluar dari lisan saya "syukran,
jazaakillahu khairan". S-e-l-e-s-a-I alhamdulillah J
0 comments:
Posting Komentar