Sabtu, 15 Desember 2012

Kaidah ke-6, Seorang Da'I Cerminan Bagi Dakwahnya Dan Contoh yang Merepresentasikan Dirinya Sendiri


Bismillahirrahmanirrahim
Kaidah ke-6
"' Ad-Da'iyah Mir`atu Da'wah Wa An-Namudzaj Al-Mu'abbir 'Anha"
Seorang Da'I Cerminan Bagi Dakwahnya Dan Contoh yang Merepresentasikan Dirinya Sendiri
oleh: Isma Muhsonah Sunman

Seorang da'I tidak akan terpisah dari apa yang didakwahkannya, perilaku seorang dai dengan apa yang disampaikannya akan sangat diperhatikan oleh oran-orang. Dan seorang dai itu sendiri adalah cerminan atas dakwah, cerminan inilah yang  menjadi dasar alasan bagi para mad'u (objek dakwah) untuk menerima dakwah atau menolaknya. Manusia yang berinteraksi langsung dengan prinsip dasar Islam, sangatlah sedikit di setiap zaman dan tempat, tapi kebanyakan manusia itu berinteraksi, berhubungan dengan  'para pembawa dan penyampai prinsip dasar' tersebut.

Ketika ajaran yang disampaikan berat maka komitmen yang dilakukan atasnya haruslah juga lebih kuat, dan untuk mencapai tujuannyapun lebih sulit. Dalam Islam itu sendiri terdapat tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang menuntut kesungguhan dalam prosesnya, hingga sampai pada derajat yang kontinyu tidak hanya sewaktu-waktu, bersambungan tidak terputus.

Saat seorang dai jauh dari komitmen dalam kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Islam, maka hal itu akan menjadi fitnah di masyarakat, yang memalingkan mereka dari Islam, karena perilaku dainya, yang memutus jalan bagi masyarakat, ia seperti seorang begal di jalanan, bahkan lebih buruk dari itu. maka diharuskan bagi para dai untuk berdakwah selalu dengan firman Allah pada surat Yunus ayat 85,
فقالُواْ عَلَى اللّهِ تَوَكَّلْنَا رَبَّنَا لاَ تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ ﴿٨٥
85. Lalu mereka berkata: “Kepada Allah-lah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami;janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim.

Dan begitulah, sesungguhnya orang-orang kafir saat mereka berhasil berkuasa atas muslimin, maka kekuasannya mampu menjadi fitnah bagi Islam. Orang-orang beranggapan bahwa orang kafirlah di atas kebenaran itu, karena mereka berhasil menang atas orang muslim, sedang muslimin dalam kebatilan. Dan penguasaan orang kafir serta pelemahannya terhadap orang muslim akan menjadi fitnah yang mampu memalingkan orang-orang kafir dari keimanan.

Bisa ditambahkan juga dalam pengertian ini, ketika orang-orang melihat perilaku seorang dai yang bertolak belakang dengan ajaran Islam, maka perilaku ini menjauhkan mereka dari keimanan, orang-orang akan berkata, "jika agama ini adalah benar, maka seharusnya akan tampak kebenaran itu pada perilaku dan kondisi pengikutnya" dan mereka pun akan berpaling dari Islam.

Contoh yang benar:
Para sahabat Rasul SAW menjadikan diri mereka sebagai contoh yang benar dari risalah yang mereka bawa. Hasan Al-Bashri mengatakan tentang sifat-sifat mereka ra, "Tampak dalam diri mereka tanda-tanda kebaikan, atas keluhuran budi, sifatnya, petunjuknya, kejujurannya, pakaian mereka yang rapi dan tidak berlebihan, langkah mereka yang indah dengan ketawadhu'an, akal mereka yang tidak hanya berlogika namun juga bekerja nyata, makanan dan minuman yang baik dari rezeki yang halal, kepatuhan mereka atas keta'atannya pada Allah Ta'ala, mereka menunjukkan pada kebenaran apa-apa yang mereka sukai dan apa-apa yang mereka benci, memberikan kebenaran dari diri mereka, menjaga diri dari kebencian masyarakat demi ridha Allah, membasahi lisannya dengan dzikir, mengorbankan raganya jika Islam meminta pertolongan, mengorbankan hartanya jika Islam mebutuhkan, memperindah akhlaqnya dan hanat maunatihim". (Hilyah Al-Auliya` 2/150)

Sesungguhnya para sahabat telah memberikan citra baik atas agama ini yang memuliakan manusia, dan berpegang teguh atas cobaan dan tempaan dan meninggalkan segala fasilitas yang mampu menjadi celah fitnah orang-orang kafir atas mereka.

Kisah Abdullah bin Hudzaifah As-Sahmi saat menjadi tawanan bangsa Roma, berkata raja Roma kepadanya, "masuklah ke dalam agama keristen! Aku akan memberikan kerajaanku padamu" namun ia menolak. Kemudian diperintahkan atasnya untuk disalib, kemudian diperintahkan juga atasnya untuk dibunuh dengan panah, namun ia tetap teguh pada pendiriannya. Lalu raja Roma memerintahkan pengawalnya untuk membawa bejana besar, diisikan air kemudian dididihkan airnya hingga bergolak, sang raja memerintahkan untuk memasukkan tawanan lain ke dalamnya, mati dengan tulang-tulangnya tampak dan melepuh, setelah itu raja memerintahkan untuk memasukkan Abdullah bin Hudzaifah jika ia masih juga tidak mau masuk keristen, namun ia menangis. Raja bertanya, "mengapa kamu menangis?" ia menjawab, "aku berharap memiliki 100 nyawa, yang akan menjalani segala hukuman ini, demi Allah…." sang raja pun menjadi takjub! (Al-Ishabah 2/288)

Ketika penduduk sebuah negeri yang berhasil dikuasai oleh muslimin melihat kejujuran orang-orang muslim, kekuatan aqidahnya, keteguhan prinsipnya pada agama mereka, maka penduduk negeri tersebutpun beriman. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, ketika orang-orang nasrani melihat para sahabat dan apa-apa yang ada pada diri mereka, maka berimanlah kebanyakan dari mereka tanpa paksaan, benar-benar atas pilihan mereka sendiri, mereka berkata "Hawariyyin tidaklah lebih baik dari mereka(para sahabat)" dan Ibnu Qayyim berkata, "Kami telah berdakwah kepada kalangan kami dan yang lainnya, kebanyakan dari ahli kitab yang beriman mereka menyampaikan bahwa yang menghalangi mereka dari memeluk agama Islam adalah karena mereka tidak melihat orang-orang yang mencerminkan Islam". Ucapan Ibnu Qayyim ini pada abad ke 8 Hijriyah, maka bagaimana kalau ia hidup di abad kita ini? Yang mana orang muslim justru memberikan contoh dan cerminan yang bertolak belakang dengan agamanya sendiri. Astaghfirullah.

Dai ada yang dikenal oleh masyarakat ada juga yang tidak diketahui. Jika ia dikenal, maka ia akan dikenal dengan keistiqomahannya, wara'nya, pasti dakwahnya bisa sampai pada hati-hati para mad'u.  sesungguhnya keistiqomahan dan ke wara'an seorang dai mampu menjadi pengantar diterimanya dakwah.
Jika seorang dai miskin dari komitmen dan kepatuhan maka ucapannya hanya lewat selintas saja dalam kepala-kepala mad'u, seperti panah yang melesat namun tanpa tujuan.

Lebih baik dari ucapan, adalah pelakunya:

Berkata sebagian orang shalih, "ilmu itu akan menjadi matang dan berbekas dengan amal, sesungguhnya amal akan menjadi penjaga atas ilmu, maka tanpanya ilmupun akan hilang."
Berkata juga sebagian ahli balaghah, "di antara kesempurnaan  ilmu adalah, beramal dengannya, dan di antara kesempurnaan amal adalah ikhlas."

Dan jika seorang dai tidak dikenal di antara masyarakat maka ucapannya itu akan menggantung, tidak diterima tidak juga ditolak, sampai mereka bertanya tentang dai tersebut. Jika mereka tahu bahwa sang dai adalah seorang yang istiqomah, maka ucapannya pun akan diterima dan berpengaruh terhadap masyarakat. Sebaliknya, maka ucapannya akan keluar dari pertimbangan masyarakat.

Kehidupan seorang dai baik yang umum ataupun yang khusus akan menjadi sorotan masyarakat. Mata orang-orang akan berjaga atas mereka seperti sebuah lup. Sebelum menyuruh orang lain untuk meninggalkan ghibah maka wajib bagi para dai untuk menjaga kehidupannya dari fitnah dan tuduhan, mereka juga harus bisa menjaga kehidupannya baik yang umum ataupun yang khusus dari apa-apa yang bisa merusak mereka (fitnah).
*****
Nb: ini hanya terjemahan secara bebas, ada yang saya tambahkan ada yang saya lewatkan. Mohon maaf untuk segala khilaf dan kesalahan.

1 comments:

Renita Prestyawati says:
at: 22 November 2014 pukul 16.47 mengatakan...

isma, ini kamu terjemah dari mana?