Bismillahirrahmanirrahim
Bagiku, orang yang beruntung itu adalah orang
yang rajin membaca. Wawasannya terbuka lebar-lebar, dan menyegarkan diri. Bak
jendela yang memberikan lahan untuk mentari masuk, kiranya begitulah mereka
para pembaca buku. Pernah kurasakan begitu nikmatnya membuka jendela, seketika
mentari menyibak kantukku dengan pesona keindahannya. Ah, pagi yang indah.
kurasa semua orang akan bergumam seperti itu, walau paginya disita dengan sibuk
membungkus diri agar tidak kedinginan. Ya, benar-benar telah berada di pintu
musim dingin.
Pernyataan ini bahwa orang yang beruntung
adalah orang yang rajin membaca, tidak serta merta keluar dari mulut saya. Toh saat
pepatah mengatakan buku jendela dunia saja, saya hingga SMA masih malas
meyakini betul-betul. Saya baru meyakini saat menapaki bulan demi bulan
keberadaan saya di bumi kinanah ini. Tinggal bersama orang yang cinta membaca
membuat saya hampir mati mengutuk diri. "kenapa tidak dari dulu banyak
membaca! Kenapa tidak dari dulu rajin ke perpustakaan! Kenapa tidak dari dulu
serius belajaaaaaaaaaaaaaar…!!!!" bahkan lebih parah kutukan itu, saya
sering kali bersedih melihat diri. Hmm, ya saya memang malas belajar dengan
sungguh-sungguh. Adapun peringkat yang didapat, percayalah jangankan 1 tahun,
terkadang 1 atau beberapa bulan setelah ulangannya saja terkadang kulupakan
semua materi yang tidak kusuka itu setelah ujian. Benar-benar hanya sebatas
formalitas. Namun saya yakini juga, cintailah, maka akan terus melekat. Ya,
seperti table periodic yang masih cukup melekat di kepala saya, atau saat
diminta tolong untuk menjelaskan materi matematika tertentu (ditanya anak SMA
kelas 1) saya cukup bisa membuat ia berucap terimakasih dengan gembira. Berbeda
saat ditanya logika matematika, saya lebih memilih untuk bermain congklak!
Ya, kakak-kakakku di sini mereka semua
pecinta buku. Pecinta book fair sejati, pecinta dunia sastra! Percayalah,
sampai hobi terburuknyapun dalam membaca, tertular sudah padaku! Membawa buku
ke toilet? Ckckck…. Ya begitulah kakakku, tepatnya kakak iparku. Kemudian kakakku
–istrinya- pasti akan memarahinya sambil mengeluarkan bukunya dari hammam,
sedang aku? "Ismaaa kamu ngapain ngikut-ngikutin Kak Aceng bawa buku ke
kamar mandiiii??" entahlah, rasanya perlu saja. Maaf saudara-saudara kalau
dirasa tidak patut, Ayah sayapun sudah pernah menasihati soal ini.
Jangankan book fair, kalau ke toko buku saja,
buku yang di beli bertumpuk, penuh tasnya dengan buku-buku. Tapi benar-benar ia
baca. Terkadang orang lain semangat membeli buku, kemudian membuka plastiknya
dan baca bagian awalnya saja, setelah itu mungkin ditinggalkan. Atau disimpan
rapi dalam rak buku. Berbeda dengan kakakku, ia buku dengan buru-buru ia baca
setelah itu? disimpan sembarangan, di manapun Ia mau. Sekalipun sudah
disediakan rak cukup besar untuk menampung bukunya, tetap saja, disimpannya
buku itu di mejalah, di lantailah, kasurlah.
Tak ingin hilang kesempatan saat hidup
bersama para pecinta buku, saya sering memanfaatkan kakak saya untuk membantu
saya dalam menerjemahkan berita, atau tulisan, atau meminta tolong dibahasnya
kitab-kitab yang tebal itu, boleh jadi bermanfaat sangat di Indonesia, atau
sekedar mendengarkan bacaan saya saat membaca buku bahasa arab gundul.
Kakakku sering bilang, "Yang saya suka
dari mesir itu, ini(sambil menunjuk kepada tumpukan buku-buku) dan
sejarahnya!" ya, buku-buku di arab ini banyak sekali yang murah-murah dan
sangat bermanfaat. Apalagi yang mahalnya? Saya juga sering disindir mereka saat
malas membaca buku atau tidak tahu tentang sesuatu yang ma'ruf, yaa memalukan
memang, namun tidak saya pungkiri saya malas membaca. Terkadang tekad kita
terbentur fasilitas, kemampuan atau apalah yang sebenarnya tanpa kita pedulikan
hal-hal tersebut itu bukan penghalang untuk kita, yaa kita saja yang mungkin
terlalu berlebihan dan dirasa-rasa. Sayapun begitu, berulang kali saya berniat
untuk banyak membaca buku, tapi buku yang saya temui, arab semua gundul pula
akhirnya sayapun terlalu cepat stuck saat membaca dan berlalu meninggalkan. Padahal,
di Mesir pun ada perpustakaan Indonesia-Kairo milik Masisir, yaa berarti saya
yang error! Ya lagi-lagi, memang tidak saya pungkiri. Ckckck…..
Itulah
bagi saya, mereka orang-orang yang beruntung. Di penghujung tulisan ini, saya
tambahkan satu poin yang amat sangat penting,
Si pembaca, atau apa yang mereka baca, atau apa maksud mereka
membaca, atau bagaimana kesudahan mereka membaca, atau ganjaran apa yang akan
mereka terima setelah membaca, Wallahi tidak akan bermakna apa-apa
tanpa "Bismi Rabbik, al-ladzi khalaq!"
Wallahul musta'an,
Allahu a'lam bishshawab.
2 comments:
at: 10 Desember 2012 pukul 23.24 mengatakan...
Ayo, membaca! :) :D
at: 11 Desember 2012 pukul 09.48 mengatakan...
kalau mita mah udah rajin bacaaa (y) ^^ ayo mitaaaa tingkatkan! baarakallahu fiik!
Posting Komentar